Monday, February 25, 2008

Bike to Work Ala Pak Tumiji dan Mas Kopingho

Empat belas Februari ternyata enggak cuma hari Valentine. Hari itu adalah peringatan ultahnya Pak Tumiji--seorang OB di kantor kami. Seperti biasa, kalau di kantor kami ada yang berulang tahun, maka kami akan beramai-ramai mengerubutinya, bernyanyi-nyanyi "Selamat Ulangtahun" sampai suara kami serak, dan berdoa bareng. Bagiku sendiri, hal itu adalah kado tersendiri: tanda bahwa kita diperhatikan. (Katanya sih, dikasihi dan diperhatikan itu adalah salah satu hal yang dibutuhkan agar kita tetap waras, hehehe.)

Lalu, sebelum kami mendoakan Pak Tumiji, dia ditanya, "Pengennya apa, Pak?"

Jawaban yang sederhana pun meluncur dari mulutnya, "Saya pengen sepeda motor. Sepertinya menyenangkan kalau bisa ke kantor ini naik motor." Hmmm .... Bagi seorang Pak Tumiji, membeli sepeda motor pasti tidak gampang. Mungkin dia perlu puasa beberapa bulan hanya makan nasi dan kecap supaya cukup membayar uang muka dan cicilan motor.

Aku sebenarnya terharu mendengar permintaan Pak Tumiji ini. Lalu aku ingat dengan Mas Kopingho, seorang petugas bersih-bersih di asramaku dulu. Dia juga selalu naik sepeda "federal"-nya yang butut menyusuri jalan Kaliurang untuk menuju asrama. Dibandingkan Pak Tumiji yang perlu 2 jam bersepeda untuk sampai kantorku, Mas Kopingho mungkin hanya butuh waktu 45 menit untuk sampai Syantikara. Tapi kalau dibandingkan aku? Aku sebenarnya cukup enak karena nggak perlu ngos-ngosan bertarung dengan bus kota atau motor lain untuk sampai di kantor. Aku cukup mengatur gas motorku, dan tanpa berkeringat serta kepanasan, aku sampai di kantor dalam waktu 20 menit.

Kalau dipikir-pikir Pak Tumiji dan Mas Kopingho sebenarnya adalah anggota komunitas Bike To Work. Hanya saja, mereka tidak naik sepeda bermerek yang enteng genjotannya, apalagi pakai helm plus kacamata penahan sinar matahari. Jauh sebelum komunitas mengumumkan keberadaannya, mereka sudah bersepeda untuk ke tempat kerja--karena hanya itu transportasi yang mereka punya. Bukan, alasannya bukan untuk sekalian berolahraga sebelum ngantor. Alasannya pasti juga bukan untuk membantu mengurangi polusi yang akhir-akhir ini sudah sangat mengganggu. Aku yakin, alasannya karena naik sepeda itu murah. Dengan naik sepeda mereka tidak perlu keluar duit untuk bensin--sehingga tidak perlu mengurangi jatah lauk dan nasi sekeluarga.

0 comments: