Saturday, October 27, 2007

Apa yang Penting?

Kemarin sore aku melihat iring-iringan pawai sebuah perusahaan mobil dan motor. Motor dan mobil mereka dikendarai berderet2. Mobil-mobil yang dikendarai itu paling2 isinya 2-3 orang. Malah ada yg cuma 1 orang alias sopir doang.

Selama aku menanti pawai itu lewat, aku bertanya2, "Apa ya yang dipikirkan oleh orang2 yg berpawai itu? Apakah mereka senang? Bahagia? Bangga? Hmmm ... apa ya?" Trus, pawai itu menghabiskan bensin berapa liter? Apa dampak positif bagi orang-orang di sekitarnya yang melihat pawai tsb?

Bagiku sendiri, rasanya nggak ada dampak apa-apa tuh. Malah kupikir, ini kok kurang kerjaan banget ya pawai sore2? Pas jam pulang kantor lagi.

Lalu aku berpikir, apa sih yang penting dalam hidup ini? Apakah pawai seperti itu betul-betul penting dan berdampak bagi kekekalan? Jawaban mudahnya sih tidak. Jadi, rasanya di tengah hiruk-pikuknya kehidupan, di tengah banyaknya pilihan hidup, kita harus pandai2 membuat prioritas. Tidak mudah sih. Tapi bisa dicoba. Let's try!

Thursday, October 25, 2007

Resep Pacaran Ala Suster Ben

A= Aku
S= Kakak sepupuku

A: Mbak, dua minggu lagi N mau nikah lo.
S: Oya? Sama cowok yang dulu pernah diajak ke sini itu ya?
A: Bukan. Temen gerejanya di Klaten.
S: Owww ... Jadi laen lagi ya?
A: Iya ...

Temanku N mau menikah. Bukan, bukan dengan cowok yang jadi pacarnya waktu dia masih di asrama dulu. Bukan. Dia mau menikah dengan cowok teman gerejanya di Klaten.

Prosesnya dia ketemu dengan cowok itu aku tahu. Cuma sekelumit sih. Tapi, tahulah. Dulu dia sempat pacaran dengan seorang cowok. Trus, karena satu dan lain hal, mereka akhirnya putus. Dia cukup terluka karena peristiwa itu. Tidak menyenangkan memang. Tapi, kurasa memang ada baiknya putus, karena kalau diteruskan cuma saling menyakiti. Capek lahir batin.
Temanku itu sudah pacaran berkali-kali sebelum ketemu dengan calon suaminya sekarang. Beberapa kali pula dia patah hati, jatuh cinta lagi, dan patah hati lagi. Capek deeeh ....

Melihat hal itu, aku jadi ingat nasihat Sr. Ben--ibu asramaku dulu. Dia dulu sering berkoar-koar kepada kami anak-anak asrama yg bandel-bandel ini untuk tidak buru-buru pacaran. Kalau pacaran nanti saja kalau sudah semester 5. Mendengar nasihat itu kami biasanya justru mencibir, "Yeee, Suster kuno ah! Masak pacaran nunggu sampai kita mau lulus kuliah? Kalau sebelum semester 5 ada cowok yang pas di hati, apa salahnya pacaran?" Masak nolak rejeki sih? Hehehe.

Tapi semakin hari, aku jadi bisa memahami nasihat Sr. Ben itu. Aku kini mengerti bahwa nasihatnya itu bukan untuk menghalangi kami untuk merasakan kebahagiaan, tetapi justru membantu kami agar tidak merasakan sakit hati yang tidak perlu. Temanku pernah bilang, risikonya orang pacaran itu ada dua: kawin atau putus. Kalau putus, berarti patah hati. Dan patah hati itu sakit.

Ketika kuliah, rasanya dunia kerja itu sudah deket banget. Rasanya lulus itu cuma beberapa hari lagi, trus nanti kerja, habis kerja, nanti nikah. Nah, sudah deket kan? So, apa salahnya pacaran sejak awal duduk di bangku kuliah?

Masalahnya, waktu itu relatif. Dan perjalanan dari kita kuliah sampai siap menikah itu bisa panjang, bisa pendek. Bisa panjang, karena untuk menikah itu dibutuhkan kedewasaan. Itu butuh waktu dan pengalaman juga kan?

Sekarang aku bisa mengatakan bahwa si X yang dulu kutaksir setengah mati dan membuatku serta merta mengatakan, "Aku mau deh menikah sama dia", sekarang tidak lagi masuk hitungan. Tidak, aku tidak bermaksud mengatakan bahwa dia bukan cowok baik-baik. Tetapi seiring berjalannya waktu, aku menjadi tahu bahwa minat dan tujuan hidup kami berbeda. Cara pandang terhadap hidup dan masa depan kami juga sangat berbeda. Kalau diteruskan, rasanya malah saling menyakiti. Masak kita menikah malah nggak bahagia? Enggak lucu dong.

Dan kini aku berpendapat bahwa memilih pasangan hidup adalah soal mencari sahabat jiwa. Mungkin bisa dibilang, ini soal mendapatkan orang yang memiliki tingkat spiritualitas sama. Tidak hanya seagama, lo. Tapi lebih pada bagaimana kita bersama pasangan kita dapat sama-sama bertumbuh secara rohani. Ini penting kurasa.

Sr. Ben memang memiliki patokan semester 5 untuk boleh pacaran. Tetapi yang penting adalah kematangan pribadi. Bisa jadi, ketika semester 5 orang belum dewasa betul. Karena itu, kupikir tidak perlulah buru-buru pacaran dan mengucapkan janji setia. Kita mesti menelaah diri betul, benar-benar mengenal diri kita, dan kita pun perlu berpikir panjang saat memilih seseorang sebagai pasangan hidup.

Monday, October 22, 2007

My Dream: Perpustakaan

Aku membayangkan, suatu saat nanti aku punya perpustakaan yang dibuka untuk umum. Isinya buku-buku bagus dan bisa nambah pengetahuan. Enggak cuma komik jepang saja. Tetapi komik-komik ilmu pengetahuan. Dan sebagian komik-komik bikinanku. Hmmm .... Kapan ya bisa begitu? Hehehe

Wednesday, October 03, 2007

Hari-hari Ini

Hari-ini aku merasa keinginanku untuk menjadi freelancer semakin kuat. Rasanya setiap hari selalu saja hatiku merengek supaya aku segera "bertindak". Do something. Lebih mengaktualisasikan diri dan benar-benar mewujudkan apa yang selama ini cuma ada di pikiran.

Tapi bagaimana ya? Kok aku masih takut. Rasanya aku seperti harus meloncat dari sebuah pesawat terbang dan khawatir kalau-kalau parasutku tidak akan mengembang. Lha kalau itu yg terjadi, kan ciloko betul.

Duh, tolongin aku dong!!!