Monday, March 31, 2008

Klise

Kadang kupikir kita ini dikelilingi banyak hal klise yang begitu kuat. Klise yang kumaksud di sini bukan film negatif lo, tetapi suatu gagasan yang sering dipakai. Misalnya, gagasan bahwa orang miskin itu selalu tulus, orang kaya itu nyebelin dan sombong, dsb.

Klise yang paling banyak berhamburan sih di layar kaca--terutama sih di sinetron-sinetron. Biasanya di situ orang-orang miskin digambarkan sebagai orang yang bodoh, tulus, tahunya cuma nrimo dan nrimo. Atau, orang kaya digambarkan sebagai orang yang culas, serakah, dan pengen menang sendiri.

Tapi ya, namanya juga cerita. Kenyataan yang kita jumpai kadang berbicara lain. Misalnya, sudah bukan rahasia lagi kalau banyak pengemis yang sengaja membebat kaki mereka dengan perban yang sudah dituangi obat merah banyak-banyak. Kalau seperti itu kan bisa dikatakan bahwa biar miskin, mereka suka menipu juga. Dan pas hari Minggu kemarin (30/3/08), aku sempat melihat tayangan SIGI di SCTV. Di situ ditayangkan ada orang yang sengaja membuat sabun dan sampo palsu. Walaupun wajah si pembuat itu dikaburkan, tapi kalau ditilik dari cara pembuatannya yang seadanya, dan bagaimana ia memasarkan barang-barang palsu itu, sepertinya dia bukan orang yang kaya. Waktu menontonnya, aku sempat sebel sih! Kok ada ya orang yang tega melakukan hal-hal seperti itu?

Bagiku sendiri, aku masih perlu belajar untuk melihat seseorang dari hatinya. Tidak cuma melihat tampang dan penampilan. Tidak juga cuma percaya begitu saja apa kata orang tentang si A, si B, si C. Mungkin si pembuat sampo dan sabun palsu dan pengemis yang menipu itu menyebalkan dan merugikan banyak orang, tetapi apakah ada gunanya ya kalau kita membencinya?

Friday, March 28, 2008

Kecanduan

Aku merasa akhir-akhir ini nggak bisa lepas dari yang namanya k-o-m-p-u-t-e-r. Mungkin kalo Mbah Kung--yang seorang petani itu--kehilangan paculnya, begini juga rasanya.

Paskah kemarin aku pulang ke Madiun. Rencananya sih nggak lama2 di rumah. Tapi karena satu dan lain hal (halah, koyo opo ae sih!), aku akhirnya berlama-lama di rumah. Alasan utamanya sih karena aku sakit perut. Biasalah ... perempuan. Jadi, daripada aku meringis-meringis di kereta, kan mending aku bobok manis di rumah to?

Nah, selama di rumah itu aku tidak bersentuhan dengan komputer babar blas! Padahal aku masih ada tanggungan mengerjakan terjemahan, plus satu "pesanan" tulisan. Aku sebenarnya sudah membawa sebuah buku agar aku bisa meneruskan terjemahanku. Tapi kok rasanya tidak lancar ya? Ada yang kurang, gitu rasanya. Sepertinya jari-jariku lebih luwes kalo menyentuh keyboard komputer. Akibatnya, aku jadi malas melanjutkan pekerjaan.

Di saat-saat seperti itu, rasanya kebutuhan untuk punya laptop tuh gedeeee banget. Serasa nggak tertahankan. Tapi kok ya duit di rekening belum juga bertambah. Apa bisa beli laptop pake krikil yg kukumpulkan di depan rumah? Hehehe. Duh ...! Apa di surga ada pabrik laptop ya? Kalau minta dikirimi satuuuuu aja dari sana, apa bisa ya?

Beginilah kalau aku sudah kecanduan komputer....

Wednesday, March 19, 2008

Pengumuman di Hari Terakhir

Ini hari terakhirku sebagai karyawan tetap di sebuah penerbitan. Memang, memang sudah lama aku gembar-gembor kalau aku pengen jadi freelancer. Sebenarnya, rencananya baru bulan Mei aku "kerja serabutan", dan mulai pertengahan Maret sampai pertengahan April aku jadi part timer. Tapi karena setelah dipikir-pikir lebih "menguntungkan" kalau aku langsung jadi freelancer saja, aku pun memutuskan bahwa minggu depan aku akan jadi freelancer.

Kerjaannya sih nggak jauh-jauh dari aktivitasku selama ini: mengedit, menulis, menerjemahkan. Seputar itulah. Pengennya sih, setelah jadi freelancer, jadi tambah teman, dan semoga tambah duit juga hehehe.

Tapi tahu nggak, hari ini kok rasanya agak2 aneh ya. Aku tersadar bahwa di bulan-bulan depan sudah tidak ada lagi yang menggajiku setiap tanggal 28. Duit yang masuk ke rekeningku semuanya tergantung pada usaha dan keprigelanku dalam memenuhi deadline. Setelah enam tahun jadi pekerja kantoran, baru kali ini aku akan lepas dari kungkungan ruangan ber-AC dan meninggalkan teman-teman seruangan konyol bin ajaib (terutama kalau para bos sedang tindak-tindak atau berkencan he he he).

Lalu, minggu depan aku akan benar-benar mulai bekerja sendiri. Terserah deh mau ngapain. Mau duduk sambil baca buku, ya boleh. Mau nulis-nulis yang nggak mutu, ya oke-oke saja. Mau ngebut cari duit? Boleh-boleh saja.

Jadi ya, sekarang aku umumkan kepada khalayak ramai: "Minggu depan saya jadi freelancer lo! Kalau membutuhkan saya dan mau menawarkan kerja sama, silahkan lo. Monggo. Kontak saya di krismariana@yahoo.com. Oke?"

Tuesday, March 18, 2008

Ketika Hari Hujan

Sebenarnya aku ini suka hujan--tapi kalau sedang di rumah. Aku suka dinginnya. Apalagi kalau di rumah berlimpah makanan. Wah, enaaaak! Trus, apalagi kalau ada temen ngobrol yang asyik markosip. Betul-betul mak nyus tuh!

Tapi lain soal kalau harus menembus hujan. Payahnya, hal inilah yang belakangan ini aku alami. Mau nggak mau aku harus menerobos curahan air hujan. Lha mau gimana lagi kalau setelah hujan itu aku tongkrongin, ternyata ndak berhenti juga, apakah aku harus menginap di kantor tercinta ini?

Akhirnya, aku selalu menyiapkan benda-benda ini di dalam tasku:
-celana pendek (untuk ganti celana panjangku, biar besok masih bisa dipakai)
-handuk (kalau-kalau harus mandi di kantor atau di kos tesa)
-sabun cair (kalau mandi, mesti pakai sabun kan?)

Oiya, selain itu aku juga selalu pakai sandal jepit ding! Murah meriah. Jadi sepatu sandal yang bagus tetap awet karena enggak kehujanan....

Friday, March 14, 2008

Kenapa Ya?

Kenapa ya, kita ini sulit menerima perbedaan?

Hayo? Kenapa hayooo?

Aku nggak tahu. Tapi memang kadang merasa tidak enak saja kalau berbeda. Dulu perasaan tidak enak itu sangat kuat, tetapi entah mengapa sekarang aku merasa perasaan tidak enak itu tidak sekuat dahulu. Bahkan aku justru merasa aneh dengan orang-orang yang tidak bisa menerima perbedaan.

Kupikir-pikir, perasaan tidak enak itu muncul karena kita diomongin negatif oleh orang lain. Orang memberi cap bahwa kita adalah orang yang aneh, tidak umum. Dan ujung-ujungnya, berbeda itu tidak boleh. Misalnya nih, untuk urusan kawinan. Orang tua biasanya merasa tidak nyaman kalau kita para generasi muda ini ingin sesuatu yang berbeda. Contohnya: tidak perlu lah kita mengundang orang sekampung atau dua kampung untuk meramaikan pernikahan. Orang muda mikirnya: Memangnya, yang sederhana saja nggak bisa?
Orang tua mikirnya: Nanti apa kata tetangga-tetangga? Mantu kok diam-diam. Anggaplah ini sebagai suatu kebanggaan.

Padahal tuh ya, kalau mengundang banyak orang tuh kan mesti sedia banyak duit? Kalau orang muda sih mikirnya, ya... temen-temen dekat saja lah yang diundang. Kenapa mesti bapak itu, atau ibu anu ikut diundang? Toh kita nggak kenal-kenal banget. (Dan lagian, kenapa kalau si A atau si B tidak diundang, mereka menjadi tersinggung?) Daripada duit dihambur-hamburkan untuk memberi makan orang sekampung yang nggak kekurangan duit, lebih baik duitnya digunakan untuk hal yang lebih berguna, kan?

Lagian kenapa sih, kita mesti takut diomongin orang hanya karena kita berbeda?

Wednesday, March 05, 2008

Mari Kita Bicara

Kadang kupikir, aku ini termasuk orang yang agak susah kalau mau ngomong apa adanya. Itu terjadi terutama kalau ada masalah dengan teman. Aku takut si lawan bicara jadi tersinggung, trus ujung-ujungnya suasana makin kacau. Padahal, kalau nggak diomongkan, masalah nggak akan segera selesai. Malah jadi gerundelan. Sakit hati akut deh!

Mungkin karena itulah aku jadi suka dengan iklannya Teh Sari Wangi. Ajakan minum teh dijadikan sarana untuk bicara dari hati ke hati. Memang, untuk sampai ke pokok masalah, kita mesti pinter-pinter bicara. Trus, harus hati-hati juga dalam memilih kata-kata.

Seingatku, dulu waktu pelajaran Bahasa Indonesia di SMP (atau SD, ya?), ada pelajaran bagaimana menyampaikan uneg-uneg. Kupikir, selain berkaitan dengan budaya, ini juga berkaitan dengan bagaimana kita bisa mengendalikan emosi. Nah, masalahnya, zaman sekolah dulu hal-hal yang seperti ini jarang dipelajari. Yang dianggap jenius adalah anak yang jago matematika atau fisika. Jadinya, pelajaran bahasa, budi pekerti, etika dianggap sesuatu yang bakal dimengerti dengan sendiri. Padahal kan nyatanya tidak begitu.

Dari iklan Teh Sari Wangi itu, aku belajar bahwa untuk bisa bicara dari hati ke hati diperlukan keberanian. Kadang kita cuma bisa nggerundel atau malah "ngempet". Selain itu, kita perlu juga mencari waktu yang pas, memilih kata-kata yang tidak menyutkan lawan bicara. Dengan begitu, win-win solution semoga bisa tercapai. Jadi, mari kita bicara ;)