Tuesday, April 29, 2008

Back To Normal!

Sudah dua hari ini rasanya aku benar-benar lega. Ibarat ikan yang selama beberapa waktu lalu tidak tinggal di air, aku serasa dikembalikan ke habitatku. Jadi pengennya menyelam dalam-dalam, berputar-putar mengelilingi kolam, dan ... menjadi diriku sendiri!

Seminggu kemarin aku pulang dalam rangka menikah. Yeah! Kalau soal menikah sih sebenarnya itu not a big deal. Maksudku, aku semuanya baik-baik saja. Aku dan suami sudah cukup mengenal dengan baik, jadi tidak ada acara terkaget-kaget atau semacamnya.

Masalahnya, selama beberapa hari itu, aku serasa masuk dalam dunia lain. Dunia lain milik orangtuaku, keluarga besarku, tetangga-tetanggaku, teman-teman ortuku, dan seterusnya. Sejak awal aku sudah membayangkan bagaimana ribetnya acara yang akan kujalani. Bapak minta dibuatkan undangan sekian ratus, padahal aku cuma pengen mengundang puluhan orang saja. Just my inner people. Orang-orang dekatku; terutama yang kenal betul dengan kami. Tapi yah, ternyata ortuku tidak bisa begitu. Jadilah, aku "tutup mata", tahu jadi saja. Pasrah bongkokan.

Tapi rupanya aku tidak bisa benar-benar pasrah bongkokan. Suliiiit banget! Aku seperti dipaksa untuk menjadi orang lain. Bahkan, aku sering terkaget-kaget ketika sadar bahwa orang-orang yang sedang sibuk ndak karuan itu ternyata sibuk untuk mempersiapkan acaraku! Duh! Aku jadi merasa bersalah. Aku rasanya ingin berteriak, "Hey! Aku tidak membutuhkan semua kesibukan ini!" Aku jadi bertanya-tanya, mengapa mereka sibuk melakukan ini dan itu? Mengapa? Untuk membuatku senang? Untuk membuat acaranya meriah? No, no, no. Sebenarnya aku lebih suka acara yang sangat simpel. Kalau bisa sih, cuma menghadap pastor, diberkati, sudah. Kalau mau makan-makan, aku lebih suka makan dengan orang-orang dekatku, ke restoran favorit kami. Begitu cukup. Tak perlulah sibuk dan pontang-panting ke sana kemari: memesan tenda, mengambil kebaya, pesan daging, dan seterusnya.

Mari kita duduk sama-sama. Bikin saja wedang teh yang kental, hangat, dan manis. Lalu, beli saja gorengan atau kalau mau yang agak berat, kita pesan saja nasi goreng telor atau soto ayam. Nah, lalu kita ngobrol sama-sama. Tanyailah kami bagaimana kami bertemu, apa pemikiran kami tentang keluarga, apa saja cita-cita kami .... Sesederhana itu. Mudah. Hangat dan tidak ribet.

Sungguh, seminggu di rumah justru membuatku stres. Walaupun bisa dibilang aku tidak ngapa-ngapain, aku tapi benar-benar tak bisa paham mengapa orang-orang itu sibuk. Dan karena itulah, aku jadi stres.

Di saat-saat seperti itu aku justru merindukan keseharianku yang biasa nongkrong di depan komputer, bangun siang, ke GG, ngobrol dengan teman-teman, puter-puter Jogja. Saat-saat itu, aku benar-benar kangen Jogja dan teman-teman. Hhhh!

Dan sekarang, setelah hari Jumat itu berlalu, aku bisa bernapas lega. Apalagi ketika aku sudah menjejakkan Jogja ... mencium aroma Jogja, berkumpul lagi dengan teman-teman, bisa nongkrong di depan komputer, main game ... yuhuuuu!!! I'm back to normal! Bahagia deh!!!

Monday, April 21, 2008

ngobrol

bagi sebagian besar orang, barangkali aku digolongkan orang yang pendiam. tidak banyak bicara. kalau di depan ada orang dan selembar koran, aku tentu akan lebih memilih membuka koran dan menenggelamkan diriku di antara ribuan huruf. tapi, bagi segelintir orang, mereka akan tahu bahwa sebenarnya aku banyak bicara. suka ngobrol.

maka, kebutuhan untuk mencari tempat ngobrol yang enak bisa jadi suatu kebutuhan tertentu dalam diriku. tapi aku biasanya memang rada pemilih dalam memilih tempat ngobrol. aku rela merogoh kantong lebih dalam untuk mendapatkan suasana yang enak dan nyaman. tempat yang terlalu ramai dan meriah, biasanya bukan pilihanku.

selain tempat ngobrol yang asyik, sebenarnya yang penting adalah teman ngobrol yang asyik pula. dan sebenarnya teman ngobrolku, bisa dihitung dengan jari. tak lebih dari lima orang seingatku. sedikit kan? maka, mendapat teman ngobrol baru yang bisa diajak bertukar pikiran, bicara dari hati ke hati, membicarakan hal yang penting sampai tidak penting, punya selera yang hampir sama, adalah suatu keistimewaan yang tak terbeli bagiku.

hari-hari belakangan ini, aku mendapat teman ngobrol yang baru. asyik banget. jadi, kalau kubilang akhir-akhir ini Jogja sepertinya memanjakanku, mungkin salah satunya karena dia juga.

sayang, aku sebentar lagi harus meninggalkan Jogja. tapi aku berharap Jogja-Jakarta tidak dirasa terlalu jauh... so, let's continue our talk, my dear friend! we still can talk heart to heart. i'll be there!

...
dim, sorry gift-nya cuma tulisan :) kangen nih ngobrol2 lagi hehehe ...

Thursday, April 17, 2008

Tumpukan Kenangan

Hari-hari ini aku mengusung beberapa barangku di meja kerjaku yang sudah ditempati selama enam tahunan ke rumah. Memang, dibandingkan yang lain, mejaku rasanya yang paling rame. Banyak barang yang ada nongkrong di situ; terutama buku, katalog, hand out dari seminar atau pelatihan, dan sebagainya. Kadang kutemukan barang-barang yang tidak penting, seperti selipan buku, kertas-kertas tagihan, undangan kawinan teman yang sudah dua tahun silam ....

Kalau aku menyadari tinggal beberapa hari aku di Jogja, rasanya barang-barang itu jadi "barang berharga". Ada berlapis-lapis kenangan yang terkandung di barang-barang itu.

Aku jadi ingat waktu nonton jazz di depan monumen SO 1 Maret di ujung Malioboro. Awalnya sih aku rada ogah2an. Tapi rupanya Tompi memang keren! Dan aku seperti terbius menyaksikannya. Di tengah-tengah penampilannya, aku sebenarnya sadar, penampilan Tompi itu akan berakhir. Jadi setiap detik adalah saat yang berharga. Sangat berharga. Nantinya, penampilannya itu akan fade away ... menghilang. Dan babak selanjutnya akan menggantikannya. Penampilan Tompi itu tak akan terulang lagi. Jam terus merambat; itu berarti aku harus pulang, mencari becak atau taksi, dan mengurus perutku yang lapar.

Sebenarnya setiap jamku di ruang penerbitan itu juga sangat berharga. Hanya saja kadang aku tidak menyadarinya. Memang, di ruang kerjaku yang dulu tidak ada Tompi yang menyanyi secara live. Tapi di situ ada banyak orang yang memberikan lapisan kenangan pada benda-benda di mejaku, di hati dan pikiranku, di flash disk-ku, dan seterusnya.

Sekarang aku berada di sini, di jam ini. Di "menit-menit terakhir ini" rasanya semua begitu memanjakanku. Teman-teman seruangan rasanya begitu kocak. Teman-teman yang lain juga terasa hangat, begitu tulus, begitu helpful. Rasanya aku ingin berlama-lama di sini. Memanjakan hati dan pikiranku, membiarkan mereka menyentuh hatiku sekali lagi.

Lapisan kenangan itu semakin tebal rasanya. Menyelimutiku dengan lembut, dan membuatku ingin berkubang di situ .... Rasanya aku mencintai semua yang ada di sini.