Takut Komitmen?
Kemarin aku mendapat email dari seorang teman yang ujung-unjungnya dia mengatakan bahwa dia takut berkomitmen dengan pacarnya sekarang. Sebenarnya agak membingungkan juga, soalnya beberapa waktu lalu dia mengatakan akan menikah. Tapi kok masih takut untuk berkomitmen ya?
Memang sih, menikah adalah keputusan yang besar. Setelah kita mengatakan "Saya bersedia" atau "Yes, I do", tak ada jalan untuk kembali. Itu menurutku lo. Menikah ya sekali saja. Nggak tahu ya kalau dari awal sudah niat kawin lagi? Nah, saat itulah cinta membutuhkan komitmen (halah) dan tidak hanya menggombal, "Kaulah segalanya. Gunung kan kuseberangi, laut kan kudaki" kebalik ya? Orang kalau lagi mabuk kan ngomongnya suka kebalik-balik. Hehehe. Ah, pokoknya begitu deh. Gombal abis!
Teman saya itu mengatakan teman-temannya sudah membesarkan hatinya dan mendorong-dorong "Menikah saja, deh!" Dia menanyakan bagaimana caranya supaya tidak takut untuk berkomitmen.
Nah jadi, bagaimana caranya?
Menurutku yang perlu ditanyakan adalah "Mengapa menikah?" Tidak ada undang-undang yang mengatakan bahwa setiap orang harus menikah. Tidak ada yang mengharuskan. Kalau dia mau melajang terus, ya boleh-boleh saja--asal tidak mengganggu kepentingan umum kayak kasusnya Ryan begitu. Kalau mau menikah, ya dia sendiri secara sadar memang mau menikah dengan kekasih pilihan hatinya. Maksudnya, menikah memang betul-betul pilihannya. Barangkali, teman dan orang-orang terdekat sudah mendorong-dorong. Tapi masak hanya karena sudah didorong-dorong orang lain sih? Nggak seru ah! Menurutku menikah itu tidak karena semua teman sudah menikah, sudah dianggap sudah cukup umur untuk menikah, dll. Mesti ada niat dari diri sendiri (dan pacarnya tentu saja, dong!).
Kalau memang dia cuma pengen TTM saja, atau pacaran tanpa berniat menikahi perempuan itu, mbok lebih baik ngomong saja terus-terang di awal kepada pacarnya itu, "Kamu mau nggak kita pacaran tapi tidak usah menikah. Aku takut untuk menikah dan berkomiten nih." Nah, soal ceweknya nanti mencak-mencak, ya itu resiko yang harus dia tanggung. Jangan sudah pacaran lamaaaa tapi ujung-ujungnya si cewek "digantung" alias nggak jelas mau dinikahi atau tidak. Kalau si cewek dari awal pacaran sudah pengen menikah dalam waktu 1-2 tahun, tapi ternyata setelah lebih dari 4 tahun tak ada tanda-tanda akan dinikahi, kan bisa bikin stres? Apalagi kalau sudah sama-sama berumur, sudah mapan semua. Tapi rasanya memang keberanian untuk berkomiten tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kemapanan seseorang. Ada lo, temanku yang belum lulus kuliah berani menghamili pacarnya supaya boleh menikah. Memang itu konyol sih. Tapi kurasa dia lebih berani berkomitmen lo. Tanggung jawab.
Tapi aku sendiri tak tahu kenapa temanku itu takut berkomitmen. Rasanya kalau dia sudah enjoy dengan dirinya sendiri, alias dia nggak bermasalah, menikah dan berkomitmen itu wajar kok. Kalau yang pernah aku baca-baca, seseorang bisa untuk takut berkomitmen karena punya masalah keluarga. Misalnya, dia pernah melihat orang tuanya bercerai. Nah, kalau kaya gitu, mesti diberesi dulu masalahnya. Bagaimanapun, jika masalah itu belum dibereskan sebelum menikah, justru akan menimbulkan masalah yang lebih besar dan ruwet lagi.
Kawan, menikah memang butuh kedewasaan.... (hihihi, ngomongnya sok dewasa banget sih! mentang-mentang udah nikah.)
Tuesday, March 10, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
9 comments:
hmmm... bener banget. tapi selain takut komitmen bisa juga karena belum sreg dengan yang ada sekarang.. curcol neh (curhat colongan)
@ utamingtyazzz:
iya. nggak sreg sama yg sekarang emang jd males utk komit. tp klo kaya gt, mending putus aja. drpd kelamaan, berlarut-larut. banyak2 berteman. siapa tau dpt yg sreg :p
Menurut kata orang2 sih, "keutamaan menikah itu adalah untuk bercerai"
Hihihi... nggak kebayang gimana cara bercerai kalau belom kawin. Ingatlah, bersatu kita teguh, bercerai...kawin lagi.
Aku susah untuk komentar tentang hal ini Kris, menurutku ketakutan untuk komitmen tidak diakhiri saat akan menikah thok.
Perjuangan terbesar justru mempertahankannya, angel tapi kudu iso, iso tapi pasti ora gampang.
Angel opo gampang, mesti iso!
Hahahahaha
@ Yusahrizal:
Kalau mau sering2 kawin-cerai, kayaknya mending TTM aja. hehehehe. kalau pakai kawin dulu, ribet ngurusnya. lagian boroooossss hahahaha!
@ DV
Iyo Don, kudu iso!
Saya bisa memahami temanmu, saya termasuk orang, yang kalau udah komitmen benar-benar menjalankan apa yang sudah saya janjikan itu.
Komitmen menikah adalah hal yang sangat berat, dan keputusan besar...saya dulu juga maju mundur...hehehe...Kalau tak takut melewati umur 30 tahun, mungkin masih belum juga tergerak. Yang membuat berani menikah adalah pengin punya anak..lha bagaimana bisa punya anak kalau tak ada bapaknya? Bagaimana bisa hidup dengan laki-laki serumah, jika kita belum sreg?
@ edratna:
memang kalo belum sreg, ya susah suruh komitmen. nggak enak lah. mending hidup sendiri drpd menikah tp nggak sreg. hehehe. dulu pas belum dpt yg sreg, saya juga males kok bu.
Komitmen dan tanggungjawab dalam menjalani pernikahan ada kalanya memang berat. Itulah sebabnya banyak perkawinan yang gagal, tidak memberikan kebahagiaan kepada pasangan yang menjalankannya.
Tetapi sebenarnya semua kembali kepada pasangan yang menjalani pernikahan itu. Mestinya yang menjadi pusat pemikiran adalah kesamaan tujuan, dan bukan perbedaan masing-masing ...
@ Tutinonka:
Setuju, Bu.
Post a Comment