Monday, February 16, 2009


Menonton Jagad X Code, Nonton Sekaligus Nostalgia


Beberapa waktu lalu, sewaktu akan nonton Happy Go Lucky dengan suami dan Adel, suamiku menunjuk sebuah poster film. "Eh kayaknya lucu nih!" Film itu berjudul Jagad X Code. Bagi beberapa orang, judul film itu memang agak menyesatkan. Emma, temanku, mengira judul itu dibaca: "Jagad Eks Kod" (baca: pengucapannya), bukan "Jagad Kali Code". Tapi tak apalah, dimaklumi. Kesalahpengertian itu mestinya sudah diantisipasi oleh sang pembuat (judul) film.

Nah, minggu kemarin, di hari liburnya, suamiku mengajak nonton Jagad X Code. Aku sih mau-mau aja, wong dibayari. Hehehe. Lagi pula, menilik beberapa pemainnya seperti Yati Pesek, Didik Nini Towok, dan Marwoto, aku menebak ini pasti film lucu-lucuan yang mengambil setting Jogja. Dan benarlah dugaanku.

Film itu mengambil setting di pinggiran Kali Code, Jogja. Bagiku, menonton film itu seperti nostalgia. Wong, pengambilan gambarnya itu sekitar kantorku dulu (kantorku dulu memang di pinggir Kali Code :p). Kalau nggak salah sih pengambilan gambar itu dilakukan di kios ban-ban di sebelah utara gedung kantorku, di jembatan Kali Code di dekat McDonald jalan Sudirman (jembatan itu sering kami lewati pas mau makan siang di warung Padang dekat Tio Ciu), lalu Malioboro, alun-alun, Pasar Ngasem, Taman Sari, dan kalau nggak salah sih di sekitar Sagan, belakang Super Indo.

Film itu mengisahkan Jagad (Ringgo Agus Rahman), Bayu (Mario Irwiensyah), dan Gareng (Opie Bahtiar), tiga anak Code yang masih lontang-lantung. Di tengah masa pengangguran mereka yang nggak jelas itu, mereka bertemu dengan Semsar, seorang preman Malioboro yang menyuruh mereka mencari flask disk di tas seorang perempuan. Sayangnya, mereka itu benar-benar polos dan gaptek sehingga tidak tahu flask disk itu benda macam apa. Akhirnya mereka berhasil menjambret tas dari perempuan yg dimaksud oleh Semsar. Setelah mengeluarkan isi tas itu, mereka akhirnya mengambil sebuah benda yang mereka yakini sebagai flask disk. Film itu kemudian bergulir di seputar usaha mereka untuk menyerahkan benda tersebut kepada Semsar, perkenalan mereka dengan Regina (Tika Putri), seorang gadis klepto, anak pengusaha kaya di Jogja, dan usaha mereka untuk mendapatkan uang/pekerjaan.

Sebagai sebuah film untuk menyegarkan suasana, film ini lumayan sebenarnya. Tetapi menurutku film ini kurang "Jogja". Mungkin karena pemain utamanya justru bukan orang Jogja (Ringgo dan kedua temannya). Ke-Jogja-an di film itu diisi oleh Butet, Djaduk, Didik Nini Towok, Marwoto, dan Yati Pesek. Menurutku film itu akan lebih mantap kalau salah satu pemain utamanya adalah orang Jogja atau orang yang sudah lama bermukim di Jogja (yang sudah fasih berbahasa Jawa ala anak-anak muda Jogja). Rasanya Donny Verdian atau Aat Poank (teman kantorku dulu), pas deh kalau ikut jadi pemain utama. Hehehe. (Don, tampangmu kan wis koyo Cino, ora ndeso-ndeso banget lah. Nek mung ngganteni Ringgo ketoke iso kok. Atau, kowe At, tampangmu kan wis sering muncul neng TV jadi, tur kowe kan nek ngomong medok banget, jadi ketok le asli Jogja hehehe. Ora mung ngem-ce ae At. Gek dadi artis hehehehe. Sopo ngerti iso luwih terkenal mbanganne bosmu lo :p)

Salah satu alasanku menonton film itu adalah karena musiknya Djaduk. Menurutku sih keren :)

2 comments:

Anonymous said...

Huahuahuahua!
Kok iso tekan aku ki lho..
tur aku nek dibandingke karo Ringgo yo wani :) Huhauhua wani tawure :)

Marai kangen Jogja, Kris.
Mau bengi bojoku tiba2 nyetel lagu "Indonesia Pusaka" njuk jadi trenyuh kae lho...


Hhhhh... kangen!

krismariana widyaningsih on 10:32 PM said...

Hehehe, lha aku ki pas nulis iki trus mikir2, sopo yo sing pas main ngganteni Ringgo. setelah memilih bbrp calon (halah), aku pikir ketoke sing pas yo kowe don! :) nonton'o film'e Don, ngko rak malah tambah kangen Jogja hehehe