Ana
Suatu siang di hari Minggu beberapa tahun yang lalu.
Aku :"Na, mbok aku pinjem motormu ya."
Ana :"Lha mbok pinjem saja. Tapi ..."
Aku :"Wis, bensinnya tak isi penuh nanti."
Ana :"Ora ngono. Motorku ini setangnya agak miring. Kamu ati-ati ya?"
Aku :"Oh, cuma setangnya to? Beres lah."
Dan siang itu aku melaju ke rumah temanku di pucuk Jogja sana dengan motor pinjaman dari Ana. Sebetulnya aku tidak terlalu dekat dengan Ana. Aku mengenalnya sebagai mahasiswa kakakku. Dia cuma satu tahun di bawahku.
Menurutku Ana adalah seorang anak yang manis. Imut. Kalem. Dan karena itu aku suka menggoda seorang temanku yang beberapa kali kepergok sedang jalan bareng Ana. "Wis to, karo Ana wae! Hehehe," kataku. Tapi temanku itu ternyata cuma senang PDKT saja. Dasar!
Dan beberapa waktu yang lalu, mungkin sekitar satu atau dua tahun yang lalu, aku dan kakakku dapat undangan pernikahan Ana. "Weh, cepet tenan arek iki," batinku. Setelah menikah beberapa kali dia masih suka main ke kantorku untuk menemui Dian, temanku di departemen lain.
Setahuku Dian memang dekat dengan Ana. Karena itu, tampaknya Ana cukup prihatin melihat Dian yang tidak segera menyelesaikan skripsi. "Mbak, aku tuh sudah berulang kali bilang ke Dian, kalau dia butuh bantuan untuk skripsi, tak bantu deh. Tapi kok dia kayaknya aras-arasen (enggan) ya mengerjakan skripsi?" Hehehe, ya mana aku tahu to Na?
Aku lupa kapan terakhir bertemu Ana. Seingatku sih beberapa waktu sebelum aku keluar dari tempat kerjaku yang lama. Dia menjual tempat HP yang sampai sekarang masih sering kupakai. "Berapaan, Na?" tanyaku waktu itu ketika ia membawa satu tas kresek besar berisi tempat HP. "Lima ribu saja," katanya.
"Wah, murah. Aku beli dua, ya!"
Aku memilih dua kantong HP warna cokelat--biar nggak cepat kelihatan kotor. Hehehe.
"Na, mbok ditawarkan ke teman-teman."
"Wah, isin aku Mbak!"
"Yo wis, sini, aku bawa masuk. Aku tawarkan ke mereka."
Lumayan, beberapa temanku akhirnya beli tempat HP yang dibawa Ana.
Tadi siang, ketika bangun tidur, aku menjumpai SMS di HPku dari temanku, Lena. "Kris, Ana meninggal. Barusan aku di-SMS Dian."
He? Ana? Ana yang kecil dan manis itu?
Ternyata memang Ana sudah meninggal. Katanya dia stres memikirkan suaminya yang sakit parah. Kata Dian, suami Ana sudah sebulan ini dirawat di rumah sakit. Radang otak atau apa lah.
Nggak jelas sakitnya. E, lha kok Ana duluan yang dipanggil Gusti.
Na, aku yakin kamu sudah tenang di sisi Bapa. Tapi kok rasanya kamu cepat sekali pergi to? Wis, Na ... sore ini aku tak misa dulu. Aku doain kamu nanti. Dan semoga suamimu, Leo, dan semua keluargamu tabah.
Aku kok mendadak pengin nangis ya?
Saturday, February 21, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
Ana diterima di sisiNya dan mendapat kedamaian
Tulisanmu kali ini bagai halilintar, Kris!
Aku suka klimaksnya...
Marai aku juga pengen nangis meski aku lom kenal Ana.
Atau karena aku pernah kenal cewek namanya Ana dan dia sangat manis seperti di ceritamu?
Atau jangan-jangan dia Ana yang sama.
Wes, nderek belasungkawa..
Mugi Gusti paringi katentreman!
@ DV
Aku kaget waktu membaca SMS temanku. Rasanya baru kemarin aku bertemu dengannya, membeli tempat HP. Rasanya baru kemarin aku melihatnya duduk di sofa kantorku dulu. E, lha kok saiki wis ora ono.
Namanya Ana Dyah Sari. Dulu kuliah di Psi. USD, '97. Kalau di list friends FS-ku, namanya Leona Anadyahsari...
pasti sedih :(
Nik,
Hari ini dua kali aku baca tentang Ana, di sini dan di blog Lena. Pertanyaannya, apa aku juga kenal Ana?
Suami Ana akhirnya menyusul 3 hari kemudian? Wuih ....
Post a Comment