Friday, January 16, 2009

Mengobrol: Sebuah Kebutuhan

Kemarin entah kenapa tiba-tiba aku ingin menelepon Tesa temanku yang berada di Bandung. Sudah cukup lama aku tidak menghubunginya. Dan ketika teleponku dijawab, dia berkata, "Mbak, kowe mau tak batin lo: Piye yo kabare Mbak Kris?'" Hehehe. Ternyata kami sebenarnya masih nyambung walaupun dalam bentuk "telepati". (Halah!) Dulu sih kami nyambungnya dalam urusan makan. Hehehe. (Iya, kan Sa? Maem lagi yuk di Mi Jowo terminal Terban yang mak nyus itu, dan teh jahenya yang uenak pol, belum ada tandingannya! Atau bihun dan nasgor di depan Lippo hehehe.)

Dan akhirnya kami mengobrol ngalor ngidul tak jelas juntrungannya selama kurang lebih 2 jam. Ya, dua jam! Hebat ya, ada saja bahan untuk diobrolkan. Padahal tadi sebelum memencet nomor teleponnya, aku tak terpikir mau mengobrol apa. Sekedar say hello saja. Tapi kok ya ternyata bahan obrolan itu tak ada habisnya.

Kami berdua keluar dari tempat kerja kami dulu karena menikah dan kemudian ikut suami ke luar kota Jogja. Karena malas kerja kantoran tapi tak ingin benar-benar menganggur, kami kemudian menjadi freelancer bagi kantor kami yang dulu. Dan hal itu memang sangat memungkinkan, karena pekerjaan yang kami kerjakan adalah pekerjaan indivual. "Teman" yang saya butuhkan adalah kamus dan komputer. Itu saja. Dan pekerjaan kami bisa dilakukan di mana saja asal ada komputer dan ada jaringan internet.

Sebagai seorang freelancer, kami akhirnya lebih banyak tinggal di rumah. Dan karena suami kami masing-masing bekerja dari pagi sampai sore--bahkan suamiku kadang harus pulang malam karena kuliah--otomatis kami lebih banyak sendirian di rumah. Awalnya memang agak aneh rasanya, karena dulunya kalau di kantor suara teman-teman selalu ramai. Dan aku menyiasati hal itu dengan selalu menyetel radio. Tidak masalah deh akhirnya. Dengan mendengarkan radio aku selalu merasa punya teman. Apalagi kalau ada penyiar yang konyol, wah ... asyik sekali.

Tapi pernah suatu kali aku menyadari bahwa seharian itu aku tak pernah bicara. Paling-paling aku tertawa sendirian saat mendengarkan penyiar-penyiar yang konyol itu. Atau, aku berbicara dalam bentuk tulisan; entah menulis blog atau mengirim sms. Tapi aku tidak bicara lisan. Aku benar-benar bicara ketika suamiku sudah pulang. Ternyata Tesa juga merasakan hal yang sama.

Kemarin pas mengobrol, kami membahas hal itu. Dia mengatakan bahwa kami memang butuh mengobrol supaya tidak lupa bahasa manusia. Hahaha! Ada-ada saja. Selain itu aku sebenarnya juga butuh mengobrol dengan menggunakan bahasa Jawa. Soalnya, suamiku berasal dari Tanjung Pandan. Dan dia tak fasih berbahasa Jawa. Akibatnya, ketika aku bertemu dengan teman-teman yang memang suku Jawa, tanpa ba-bi-bu lagi, aku langsung nyerocos dengan menggunakan bahasa Jawa. Rasanya lidahku berasa normal lagi kalau sudah begitu hehehe.

4 comments:

Anonymous said...

Di Bandungnya dimana? Yahh kerja di rumah sebetulnya menyenangkan, sayangnya saya baru merasakan setelah pensiun, tapi saya sadar bahwa pekerjaan sekarang adalah hasil akumulasi dari bekerja selama 27 tahun lebih.

Kerja di rumah butuh disiplin tinggi, karena tanpa disiplin tinggi kerjaan tak selesai. Yang menyenangkan, saya tak perlu kena macet (hanya sesekali kalau meeting atau harus mengajar)....hehehe...
Mungkin kapan-kapan kita bisa mengobrol di Bandung...hmm kapan ya?

krismariana widyaningsih on 3:28 PM said...

Bu saya sih di Jakarta Timur sekarang. Boleh deh kalau mau ketemuan :) Sekalian saya bisa nambah teman di kota besar ini.

Iya Bu, kerja di rumah memang butuh disiplin tinggi. Banyak gangguan sebenarnya, mulai dari piring kotor yang minta dicuci sampai tempat tidur untuk guling-guling hahaha!

Anonymous said...

Wah, kita menghadapi hal yang sama
lebih kurangnya hahaha.
Tapi khususnya untuk rindu
berbahasa Jawa aku biasa melampiaskannya dengan
bertemu Gula, temenku di Jogja dulu yg pindah ke Sydney
(eh dia dulu anak Sadhar juga lho tapi psikologi).
Selain itu juga bisa dengan cara telp mama di rumah. Wah kalau itu lepas sudah semua kangenku, Kris! Hehehehe....

noel on 10:03 PM said...

Eh, Tesa piye kabare? Kapan-kapan studi tour ke rumah tesa yuk. Boleh bawa suami/istri masing2 deh.