Thursday, May 01, 2008

Sumbangan

Sore itu, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu depan. Dari jendela kulihat ada dua orang berkerudung berdiri di depan pintu. Mereka bukan temanku. Ragu-ragu aku hendak membukanya. Tapi sudahlah, toh mereka perempuan. Dan dengan baju religius yang cukup tertutup rapat, kukira mereka tak akan berbuat jahat.

"Permisi, Mbak. Kami hendak bersilaturahmi," kata salah seorang dari mereka.
Agak bingung aku mendengarnya. Bersilaturahmi? Mau kenalan ya maksudnya?, pikirku. Tapi untuk apa kenalan? Warga barukah mereka?

"Bolehkah kami masuk?" tanyanya.

Dengan bingung aku mempersilakan mereka masuk. Di rumahku tidak ada kursi tamu yang khusus, jadi ya ... mereka duduk di kursi seadanya yang baru saja kuatur. (Aku memang jarang sekali menerima tamu secara formal. Biasanya yang datang adalah teman-teman. Dan mereka sudah biasa duduk lesehan dengan santai di depan TV.)

Si Mbak yang pertama mengatakan bahwa ia sedang mencari sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah di daerah Semanu, Gunung Kidul. Lalu, temannya mengeluarkan sebuah map dari tas kemudian diberikan kepadaku.

Aku lalu mengingat-ingat uang yang ada di dompetku. Mampus! Aku enggak punya uang yang kira-kira pantas untuk menyumbang. Seingatku, yang ada cuma recehan dan selembar uang seratus ribu. Aduh, bagaimana ya?

Aku sendiri rasanya separuh ditodong. Kalau mau menolak langsung, kok kesannya aku nggak punya rasa kemanusiaan, atau minimal toleransi. Salahkah mereka membangun rumah ibadah? Tentu tidak. Tapi kok ya, begini caranya mencari dana? Selain tidak punya uang yang kira-kira pantas untuk disumbangkan, aku jadi berpikir kenapa mereka meminta sumbangan kepadaku? (Yang seratusan ribu tadi kalo disumbangkan, bisa-bisa aku kelaparan seminggu deh...) Dilihat dari jarak geografis, Gunung Kidul dan Sleman itu jaraknya bisa 2 jam perjalanan naik motor. Itu pun bisa lebih, kalau daerahnya sudah pelosok nun jauh di pucuk gunung. Jadi, aku tidak punya sense of belonging. Lain kan kalau rumah ibadah itu mau dibangun di kampungku?

Aku lalu iseng tanya-tanya ke mbak itu. Ternyata dia bukan warga Semanu juga. Ibunya memang asli sana, tapi dia sendiri besar dan tinggal di daerah Tamansiswa. Weh, tumben amat ada anak muda yang peduli dengan daerah kelahiran sang ibu. Trus, dia seorang siswa kursusan akuntasi di daerah jalan Timoho sana. Seingatku, di daerah situ cuma ada APMD, Tamsis, dan Janabadra. Jadi, bisa dibilang, dia tidak bersekolah di perguruan yang besar.

Akhirnya, aku bertanya, "Sudah izin Pak RT apa belum, Mbak?"
"Belum. Ini cuma minta sumbangan secara pribadi kok, Mbak," jawabnya cepat.

Hehehe ... mbaknya itu lucu. Aku jadi berpikir, aneh betul orang ini, belum kenal kok sudah minta sumbangan pribadi. (Tadi pas salaman, dia pun tidak menyebutkan nama.) Kalau sumbangan pribadi tuh biasanya dari orang-orang dekat, seperti kalau tetanggaku ada hajatan. Itu nggak usah diminta pun, saya kasih.

Lalu akhirnya aku mengatakan supaya dia minta izin Pak RT terlebih dahulu. "Biar saya lebih jelas, Mbak." Akhirnya map biru itu pun dimasukkan lagi ke dalam tas, dan mereka permisi untuk melanjutkan perjalanan.

Ketika mereka pergi, aku jadi teringat dulu aku pun pernah berusaha mendapatkan dana segar untuk program KKN. Dulu waktu di asrama, sewaktu dies natalis, kami juga sering mencari dana demi kelancaran acara. Awalnya sih kami berpikir, caranya adalah minta orang tua. Tapi kok kasihan amat, ya ... mereka sudah dibebani dengan uang kuliah kami yang tidak sedikit. Lalu, kami juga berpikir untuk minta uang ke orang-orang yang kira-kira berduit dan dermawan. Tapi akhirnya aku dan teman-teman sepakat tidak melakukan cara itu. Kami mengumpulkan baju bekas, dan menjualnya di pasar tradisional. Hasilnya lumayan lo!

Setahuku, penggalangan dana bisa dilakukan dengan macam-macam cara. Salah satunya dengan berjualan; bisa dengan menjual kolak waktu bulan puasa atau membuat parsel di hari-hari khusus. Kalau mau, apa pun bisa dijual kok (asal nggak jual diri lo! hehehe). Cara lainnya adalah dengan mengadakan pertunjukan amal.

Kalau pun mau minta sumbangan pribadi, rasanya lebih pas kalau sumbangan itu diminta dari orang-orang yang punya "kepentingan" juga atau punya "ikatan" khusus (entah itu alumni atau warga setempat). Jadi nggak, ujug-ujug datang dan minta sumbangan gitu, Mbak ....

0 comments: