Wednesday, September 02, 2009

Karena Kita Tak Tahu Kapan Bumi Berguncang

Kemarin, setelah beberapa jam menghabiskan waktu di luar rumah untuk bertemu seorang teman, aku kembali ke rumah dengan perut keroncongan. Untung aku sudah memasak nasi, tetapi belum punya lauk. Beberapa hari ini aku malas memasak. Untungnya lagi, tetangga depan rumahku memasak dan menjual makanan untuk buka puasa. Akhirnya setelah beli lauk aku pun menyendok nasi dari rice cooker. Mendadak badanku seperti bergerak-gerak sendiri maju mundur. Duh sakit apa lagi nih? Masak baru lapar sedikit aku sudah pusing begini? Kupikir, nanti setelah makan dan minum pasti sembuhan. Tapi kok kepalaku nggak sakit ya?

Sesaat kemudian kudengar dari depan rumah beberapa orang berteriak, "Gempa ... gempa!" Sekilas kulihat lampu gantung di ruang tamu bergoyang cukup kencang. Oh, gempa to. Syukurlah. Ternyata aku tidak sakit.

Duh, makilah aku karena mungkin aku terdengar tidak cukup simpatik dengan gempa kemarin yang sempat mampir di Jakarta. Tapi bagiku, gempa kemarin guncangannya tidak sehebat gempa yang kualami 27 Mei 2006 silam. Gempa di Jakarta kemarin paling cuma sepersepuluh gempa di Jogja. Maaf, bukan maksudku mengecilkan, lo. Seorang teman menuliskan bahwa gempa di Jogja dulu ibarat seperti ada naga yang melintas di bawah tanah. Bahkan suara gempa yang kudengar itu dulu seperti suara truk. Gruduk...gruduk... gruduk! Kemarin gempanya nyaris tanpa suara, paling yang kedengaran adalah suara orang-orang yang berlarian dan berteriak-teriak.

Dan, aku maklum sekali jika orang-orang pun panik. Gempa selama kurang lebih 2 menit itu memang membuat banyak orang keluar rumah.

Tapi dari gempa kemarin itu, aku mendapati suatu fakta yang cukup melegakan bagiku: aku tidak panik. *Duh sombongnya!* Harap tahu saja, selama setahun setelah gempa 27 Mei 2006, setiap kali ada gempa kecil, kakiku ini susah sekali untuk ditahan supaya tidak berlari. Setidaknya aku langsung deg-degan dan bangkit dari tempat duduk. Dan dalam hitungan detik, pasti aku segera berlari. Rasanya itu sudah menjadi gerak refleks. Tapi kemarin, aku tidak seperti itu lagi. Hehehe.

Dari kejadian gempa Jakarta kemarin, aku melihat potensi timbulnya korban yang lebih besar jika di Jakarta terjadi suatu bencana. Bukannya mau menakut-nakuti. Tetapi gempa seperti itu saja orang sudah panik luar biasa, apalagi kalau terjadi yang lebih buruk lagi? Satu hal yang perlu dilatih dalam menghadapi bencana adalah menjaga diri supaya tidak panik. Dan hal lain yang penting juga adalah kesigapan masyarakat. Sayangnya, di sini tidak biasa diadakan latihan menghadapi bencana. Jadi, bisa terbayang olehku orang2 akan berlarian tidak karuan jika terjadi suatu bencana. Setidaknya memang perlu dibuat petunjuk oleh pemerintah setempat tentang bagaimana dan apa yang harus dilakukan saat timbul bencana. Misalnya, kalau terjadi gempa, masyarakat mesti bagaimana, tetap di dalam rumah, atau kalau mau lari, lari ke mana. Jadi tidak saling bertubrukan. Serem lo kalau semua orang panik dan kita tak tahu apa yang harus dilakukan. Rasa panik itu menular soalnya--terutama kepada orang yang tidak tahu apa-apa. Bisa ikut arus dan melakukan hal-hal konyol.

Harus kuakui, dulu aku dan kakakku melakukan hal konyol sesaat setelah gempa di Jogja. Tak lama setelah gempa, orang-orang banyak yang menyerukan isu tsunami. Dan kakakku langsung mengajakku naik motor ke arah utara. Saat itu aku cuma pakai baju tidur, Sodara! Kami menuju jalan Kaliurang, dan jalan itu penuh. Macet semacet-macetnya! Padahal kalau dipikir-pikir, tsunami itu pasti tak akan sampai rumah kami yang memang sudah berada di wilayah Jogja utara. Sekarang setelah kupikir-pikir, itu tindakan yang konyol sih. Walaupun bisa dikatakan kami ini cukup berpendidikan, tapi toh kurangnya pengetahuan dan karena dilanda kepanikan, jadi malah ikut arus. Memalukan ya!

Mengingat hal itulah aku pikir, (warga) Jakarta bisa mengalami hal serupa dan mungkin lebih parah lagi. Apalagi Jakarta ini penduduknya buanyak! Bisa kubayangkan, jika di Jakarta terjadi gempa hebat, bisa jadi akan korbannya akan lebih banyak lagi. Kenapa? Pertama, di sini banyak sekali perumahan yang padat penduduk. Rumah-rumah berdempetan, dan tak sedikit rumah yang asal bisa berdiri. Tidak dirancang untuk tahan gempa. Bisa terbayangkan, rumah seperti itu akan mudah rubuh jika dihantam gempa besar. Dan karena padat penduduk--dan bisa jadi mereka juga kurang pengetahuan--akan banyak pula orang yang jadi korban. Korban yang timbul akibat gempa sebagian besar karena mereka tertimpa runtuhan bangunan. Kedua, banyak penduduk yang panik. Kepanikan itu bisa memicu terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, orang yang berlarian tak tentu arah, bisa menimbulkan kecelakaan di jalan. Atau orang bisa meninggalkan rumah tanpa menguncinya, sehingga terjadi kemalingan. Jangan salah lo, banyak orang mengambil kesempatan di antara kesempitan.

Mungkin gempa kemarin bisa menjadi shock therapy yang baik bagi warga Jakarta. Aku berharap pemerintah segera melakukan pelatihan tanggap bencana kepada warganya. Kita tak tahu kapan bumi akan berguncang, kan? Lebih baik berjaga-jaga dan menambah wawasan daripada mati konyol.

16 comments:

Riris Ernaeni on 1:24 AM said...

setuju!! Mestinya ada pelatihan, biar rakyat terbiasa menghadapi bencana yang datang tanpa permisi. Andai aku tahu, aku ingin membagikan link kamu ini ke pihak pemerintah yg mengurusi urusan bencana gini (ke mana ya?)

aku juga mau usul!! karyawan yang berkantor di gedung tinggi sebaiknya dilengkapi dengan keterampilan "terjun payung", karena ini cuma satu2 tindakan penyelamatan kalau sampai gedung terindikasi "runtuh". Selain itu, sebaiknya gedung2 tinggi itu dilengkapi dengan jendela-jendela darurat...biar bisa melompat pas ada gempa gitu.

Sekian, terima kasih

Surya said...

betul mb...tak terbayang jika gempa segedhe jogja mengguncang Jakarta. MEskipun ada prediksi gempa berkekuatan 8 SR akan datang..Tapi Masak sih gempa bisa diprediksi???

vizon on 1:34 AM said...

koreksi dikit, gempa jogja bukan 27 juli, tapi 27 mei... :D

ya, meski gempa kemarin tidak sedahsyat jogja, tapi cukuplah untuk memberi peringatan kepada kita agar lebih bersahabat lagi dengan alam.

Ikkyu_san a.k.a imelda on 3:24 AM said...

hihihi
di Jepang semua ada manualnya
ada latihannya
semua sudah siap
meskipun itu bukan berarti tidak akan ada korban
tapi setidaknya sudah berusaha.

mau tunggu pemerintah Indonesia?
bisa mati duluan kayaknya....
memang seharusnya pemerintah yg mengatur, tapi.....
coba saja dulu dari kelompok kecil
di kelurahan masing? di kantor atau di sekolah masing2?

(saya sudah pernah bagikan link posting mengenai cara Jepang menghadapi gempa)

EM

DV on 5:21 PM said...

Wah kamu nggak panik? Hebat!
Sampai sekarang ini, sampai aku pindah ke Australia, bahkan suara pipa pralon menyalurkan air yang gemrudhuk aja aku langsung trauma jhe :)

Soal Jakarta, dulu waktu musim gempa 2006-an, aku pernah ngobrol sama temanku yang kebetulan kerja di LSM. Dia ngebahas, kalau misal (amit-amit) Jakarta kena bencana entah itu tsunami ataupun gempa, tingkat kemasifannya justru bukan karena bencananya tapi dari bangunan, dan penanganannya...:)

Semoga tidak gempa lagi ya!

krismariana widyaningsih on 6:04 PM said...

@Riris: Ris, mungkin satu gedung bisa berlatih bagaimana caranya saat menghadapi gempa. Kalau mau usul ke pemerintah, kayaknya seperti menunggu godot deh. Pemerintah kita tampaknya lebih suka "mengobati" daripada mencegah.

@Surya: Iya, setahuku gempa belum bisa diprediksi, sih. Kalau gempa besar menghantam Jakarta? Nggak kebayang deh. Perkiraanku bakal lebih ngeri dari Jogja kondisinya.

@Uda Vizon: Hehehe, makasih koreksinya. Kemarin sempat aku ganti tanggalnya, tetapi ternyata kok cuma 1 aja yg keganti, yang satunya lagi belum. Cuma ingat tanggal 27 aja. 27 Mei dan 27 Juli seingatku ada 2 peristiwa besar. Suka ketuker2.


@Imelda: Mungkin kalau di sekolah-sekolah lebih mudah diadakan pelatihannya ya Mbak. Lebih mudah koordinasi. Kalau nunggu pemerintah memang bisa mati konyol :(

@DV: Iya, aku nggak panik Don. Mungkin gempanya nggak terlalu besar--menurutku. Ya, kaya gempa susulan di Jogja dulu itu lo. Kelingan to Don?
Aku nggak kebayang kalau Jkt tertimpa bencana besar. Serem, Don. Kepanikan warga yg tidak terkendali itulah yg sebenarnya bisa membuat keadaan lebih parah. Wis, gak kebayang deh! Medeni...

Anonymous said...

Well,
Hal terkonyol (dan bahaya, jangan ditiru deh!) yang pernah kulakukan sewaktu gempa, adalah turun lewat lift...

aku lupa tepatnya, (kalau tak salah Juli 2006, gempa Pangandaran. waktu itu aku di lantai 9 sebuah hotel di Jakarta. goncangan sangat kuat terasa. aku langsung lari ke tangga darurat. tamu yang lain berjubel di situ. tiba-tiba aku ditarik seorang bapak masuk ke lift. "cepat sini, aja, Mbak!". kami selamat sampai di bawah dan langsung keluar menjauh dari gedung.
perasaanku campur aduk, antara bersyukur aku selamat, sekaligus marah pada bapak itu, yg nekat menarikku ke lift..
kehendakku sendiri, aku tak ingin masuk lift, membayangkan lift macet di tengah jalan, bangunan ambruk dan kami terjebak di dalamnya....

imoe on 12:30 AM said...

Yang penting siaga, dan kesiagaan itu muncul apabila kita punya informasi yang jelas dan belajar...i

Q - Kiss on 10:36 PM said...

Waspada !

nh18 on 12:45 AM said...

Saya kira kalo untuk penanggulangan bencana ... kita sudah mempunyai SOP atau prosedur keadaan darurat ...

bahkan di setiap lantai di kantor kami ... ada organisasi kecil jika terjadi hal seperti ada "floorwarden", "safe area warden", "fireman" "first aider ... dan sebagainya ... ah aku lupa nama-namanya ...

Latihan pun sering kami lakukan ... walaupun tidak setiap bulan ...

tetapi memang betul ... hal ini mungkin belum memasyarakat ...

Salam saya

AndoRyu on 10:04 PM said...

hehehe... gempa kemaren aku tenang2 aja selama 10 detik ambil berjalan tenag menuju pintu tangga darurat di gramedia.
Tapi tiba2 aku sadar, lah... ini aku khan lagi di Indonesia! walah... strukur beton dan daya tahan bangunannya beda sama Jepang. Langsung deg-degan aja tuh jantung ku.

Eka Situmorang - Sir on 5:07 AM said...

Nah itu mbak Kris..
gue tungguin belum muncul2 juga nih latihan2 mengahdapi bencana

Gila aja.. kalo panik sampe cuma pake baju tidur doan naek motor.. pasti banyak yg seneng liat gue
secara baju tidur gue lingirie tipis semua :D
ahahaha

Anonymous said...

OOT: hemm tampilannya lebih freshhhhh!!

waktu gempa jogja aku sdg di solo, di sebuah hotel, saking kerasnya guncangan aku sampai terjatuh dari tempat tidur. di solo aja skuat itu, apa lagi di Bantul sana.. ngeri membayangkannya

krismariana widyaningsih on 9:42 PM said...

@Nana: Memang pas dalam keadaan darurat, entah bagaimana kita ikut kehendak orang lain--pdhl kita sebenarnya nggak ingin. Untunglah kamu masih selamat, jadi kita bisa ngobrol lagi to? hehe

@imoe: iya bener. harus selalu siaga dan tahu apa yang harus dilakukan dlm kondisi darurat

@Q-Kiss: ya!

@NH18: Kalau di perusahaan/kantor besar saya yakin SOP itu pasti ada. Tapi sayangnya, yg jadi korban itu kebanyakan masyarakat yg kurang akses informasinya. Semoga pemerintah lebih memperhatikan warganya

@Yusahrizal: Hehehe, kebiasaan di Jepang dibawa2. Makanya sering2 pulang :)

@Eka Situmorang: Wah, banyak yg ngikutin kamu nanti, Ka. Dulu aku cuma pakai celana pendek sama kaus jelek hehe

@Bro Neo: Iya, lebih fresh, biar awet muda hihi. Kerja keras siapa dulu dong... (kedip2 sama Ikkyu san dari Indonesia hihi)
Mas, waktu itu nggak ada yg tidur di bawah tempat tidurmu to? Bisa keplenet nanti... hehe

Bayu Probo on 11:26 PM said...

Aku merasakan gempa Jogja dan gempa Jakarta juga. Kalau di Indonesia sih kata kuncinya pasrah.

Tuti Nonka on 7:44 AM said...

Meskipun pada saat gempa Yogya Mei 2006 rumahku terguncang hebat sampai semua barang roboh dan pecah, alhamdulillah aku nggak mengidap trauma gempa. Nggak langsung lari gitu, maksudnya. Tunggu dulu, gempanya kencang nggak. Kalau semakin kencang, baru lari ...

Waktu gempa Tasikmalaya, aku pas di rumah. Dan pakai baju rumah, yang nggak pantas dilihat orang (seksi gitu loh ... wakaka!). Jadi waktu rumah bergoyang, aku nggak turun dari lantai dua, wong di bawah untuk kantor dan banyak orang kerja.

Weks, kayaknya harus selalu pakai baju sopan nih, soalnya gempa kan bisa datang kapan saja, nggak nunggu kita ganti baju dulu ...