Friday, September 25, 2009

Bagaimana Menumbuhkan Kesadaran untuk Beres-beres Rumah?

Masih ingat ceritaku waktu lebaran kemarin? Nah salah satu bahan perbincanganku bersama tante-tanteku adalah soal ribetnya bersih-bersih dan pembagian kerja di rumah. Maklum, selama libur lebaran ini, para tanteku itu harus merelakan para pembentes mereka alias para asisten rumah tangga mereka untuk libur. Jadilah mereka yang biasanya jarang menengok dapur dan beres-beres rumah, mau tak mau akhirnya beberes rumah. Plus masak tentunya.

Saat itu, ada empat orang perempuan berkumpul--termasuk aku. Saat mereka saling bercerita bagaimana capeknya beres-beres rumah, aku cuma diam saja. Lha emang mau bagaimana? Aku lupa sudah berapa lama aku tak punya asisten rumah tangga. Jadi urusan rumah itu ibarat makanan sehari-hari. Dan karena tahu betapa capeknya kalau menginginkan rumah yang rapi dan kinclong, aku tak pernah memaksa diri untuk beres-beres. *Hey, memang kerjaanku cuma beres-beres rumah doang? Enggak kan?* Lagi pula dengan bekerja di rumah begini, urusan pekerjaan dan beres-beres rumah semuanya bercampur menjadi satu. Sekarang prioritasnya apa dulu? Kalau mementingkan pekerjaan yang masih nangkring di komputer, ya nyapunya nanti saja. Setidaknya sudah cuci piring. Jadi, kalau mau makan tak perlu grubak-grubuk mencari piring bersih. Duh ketahuan malasnya ya? Hihihi.

Tapi kurasa pekerjaan rumah itu tak ada habisnya. Coba pikir, kita makan tiga kali sehari. Dan tiap kali makan, berarti itu ada piring, sendok, dan gelas yang kotor. Belum lagi kalau kita masak sendiri, pasti ketambahan penggorengan dan panci yang kotor. Lalu, jika kita ganti baju setiap hari, berarti cucian kotor itu akan selalu ada! Setelah kita mencuci baju, tentu baju-baju itu akan mengantre untuk disetrika. Belum lagi lantai berdebu yang menuntut untuk disapu dan dipel. Masih kurang? Tak perlu kujelaskan bahwa rak buku dan meja itu harus dirapikan bukan? Belum lagi kamar mandi juga perlu dibersihkan. Duh, kalau mengingat itu semua, aku tak akan bisa ngeblog ... eh menyelesaikan editan dan terjemahan dong! Padahal kalau sudah tenggelam dalam naskah, rasanya malas banget untuk beranjak dari depan komputer. Jadi, kalau suamiku libur, aku biasanya akan meminta dia membantu mencuci piring atau paling tidak menyapu. Bantuan untuk dua hal itu saja sudah sangat membantu loh! *Jadi, hai kalian para suami dan laki-laki, bantuan kalian untuk mengerjakan pekerjan rumah tangga itu sangat berharga bagi kami kaum perempuan ini!*

Oke, kembali ke obrolan para tanteku tadi. Akhir-akhir ini yang jadi keprihatian mereka adalah bagaimana caranya supaya anak-anak mereka sadar akan pekerjaan rumah? Dengan kata lain, bagaimana caranya membuat mereka dengan sukarela mau membantu sang ibu? Aku kan belum lama keluar dari masa remaja seperti sepupu-sepupuku itu, jadi sepertinya pertanyaan itu pantas diajukan ke aku. Di masa remaja itu, anak-anak eh aku ding sering merasa malas untuk beres-beres rumah. Akibatnya, kalau di rumah lebih suka goler-goler dan nguap-nguap seperti singa di Taman Safari yang tak punya kerjaan itu. Setelah seminggu sekolah, boleh dong kalau di hari Minggu kita bersantai sejenak? Tapi para ibu memang sepertinya lebih suka mengajak kita berolahraga untuk membuat rumah tampak kinclong. Duh, plis deh Mam!

Dulu, keluargaku juga punya semacam asisten rumah tangga. Aku sebut "semacam" karena tidak betul-betul asisten. Mereka masih saudara, dan tidak semua pekerjaan dilakukan oleh mereka. Tapi banyak juga sih yang mereka kerjakan. Ah, ribet menjelaskannya. Pokoknya begitu aja deh. Dan aku yang masih nakal ini kadang malas banget kalau disuruh bantu-bantu. Maunya cuma setrika saja. Atau mengepel dan mencuci baju sendiri. Kerjaan yang lain? Ah, nanti juga ada yang membereskan. Huuu ... kurang ajar sekali kan aku?

Tetapi akhirnya sampailah aku pada suatu masa di mana aku mendapat tanggung jawab untuk beres-beres. Kapan itu? Tepatnya sih saat aku di asrama--saat aku kuliah. Saat tinggal di Asrama Syantikara, kami masing-masing punya tugas untuk bersih-bersih. Yang wajib sih setiap hari secara bergiliran kami menyapu dan mengepel unit. Yang dimaksud dengan unit adalah semacam rumah kecil yang kami tempati berdelapan. Ya, betul ... satu unit itu ditempati oleh 8 orang. (Bisa kebayang kalau kami berantem?) Eh, tapi ada juga yang ditempati 4 orang. Tapi rata-rata 8 orang. Selain bergiliran menyapu dan mengepel unit, dalam seminggu kami juga bergiliran untuk membersihkan wastafel (yang entah bagaimana dalam seminggu selalu ditumbuhi lumut tipis); membersihkan kamar mandi atas dan kamar mandi bawah (maksudnya, menguras bak dan menyikat lantai kamar mandi); membersihkan kaca; membereskan lemari tempat kami menyimpan susu, teh, mi instan, dan berbagai bahan logistik lainnya; membereskan rak sepatu, membersihkan kompor ... hmmm ... apalagi ya? Tapi kurang lebih begitu deh. Dan untuk urusan kami masing-masing, ya kami harus mencuci dan setrika baju sendiri. Biasanya anak-anak yang punya uang saku lebih, mereka menggunakan jasa laundri yang banyak tersebar di daerah kampus.

Setelah keluar dari asrama tidak berarti aku bisa leyeh-leyeh. Setelah dari situ ... aku tinggal bersama kakakku dan selain beres-beres rumah, kami harus mulai belajar memasak. Duh, anak-anak mami ini mau tak mau harus turun ke dapur, hahaha! Yang dulunya cuma tahu masak air, sekarang paling enggak belajar masak sayur bening deh! Ya, akhirnya mau tak mau kami belajar untuk mengenal pekerjaan rumah. Mau tak mau? Lah iya. Entah mengapa aku dan kakakku kok merasa agak bagaimanaaa gitu kalau harus mempekerjakan asisten rumah. Aku sendiri sampai sekarang merasa lebih memilih mengerjakan semuanya sendiri. Paling-paling dibantu suamiku. Tapi yah, lagi-lagi aku tidak memaksa diri untuk mengerjakan semuanya. Lagi pula, kalau disuruh memilih, aku lebih memilih untuk mengerjakan terjemahan atau keluyuran bersama suamiku. Hehehe, hidup nggak harus melulu untuk beres-beres rumah kan?

Jadi, kalau ada orang tua yang bertanya bagaimana caranya membuat anak-anak mereka lebih sadar pekerjaan rumah tangga? Jawabannya: masukkan mereka ke Asrama Syantikara hihihi! Tapi intinya sih, jangan dimanja deh dan beri tanggung jawab. Nanti lama-lama juga sadar kok. Atau ada yang punya tips lain?

12 comments:

Ikkyu_san a.k.a imelda on 2:29 PM said...

hahhaahaha.kirim aja ke ibuku!

Kalo aku kris, sejak aku kelas 5 SD aku yang "pegang" dapur, jika para asisten pulkam... dan itu sering (seringan ngga ada asisten gitu). Masing2 sudah ada pembagian tugas sehingga begitu tidak ada asisten, sudah tahu apa yang mesti dikerjakan. Jadi sejak kelas 5 SD itu aku sudah bisa masak makan malam untuk sekeluarga deh. Dan dapur jadi tanggung jawabku, sampai ke bersihin semuanya (paling sebel kalo buka lemari gudang trus ada kecoaknya)

Waktu aku ke Jepang pertama kali, semua orang pikir aku "ojosama (princess)" yang tidak bisa kerja rumah. eits tunggu dulu yah! semua juga bisa, sampai ganti oli mobil juga bisa hahaha.

But seperti kamu bilang, ada prioritas. Meskipun bisa, belum tentu suka dan mau. Kalau banyak terjemahan aku ngga urus rumah,kecuali sediakan makanan heheh.

Ah ini koment bisa jadi satu postingan sendiri. sorry ya kris.

EM

krismariana widyaningsih on 6:07 PM said...

@Mbak Imelda: Hehe, terima kasih atas komentarnya yang panjang :) Aku seneng2 aja kok dikomentari panjang lebar.

Hmm, kelas 5 sudah pegang dapur? Hebat deh! Aku dulu seumur segitu paling cuma bisa bantu2 di dapur. Kalau suruh masak beneran nggak bisa. Hahaha! Tapi ketika jauh dari orang tua, akhirnya waktu busi motor rada rewel pun mulai bisa benerin dikit-dikit. Dikit loh ya, jangan banyak2 hihihi. Bisa hancur nanti motornya :)

vizon on 7:51 PM said...

aku 8 bersaudara, 7 adalah laki-laki, banyak ya..? hehe... ibuku tidak pernah punya asrata (asisten rumah tangga), kecuali tukang cuci baju. kebayang bukan repotnya?

meski rumah kami adalah sarang para bujang, tapi bukan berarti pekerjaan rumah tangga menjadi tidak bisa dikerjakan. justru kami mahir sekali. kenapa? karena ibuku menerapkan pembagian tugas yang jelas dan tegas. ada yang bagian menyapu rumah, halaman, mencuci piring, menyetrika, dsb.

dulunya memang ada rasa kesal juga. tapi, karena sudah terbiasa, akhirnya manfaatnya terasa oleh kami sampai saat ini. aku dan adik-adik yang sudah berumahtangga, sedikitpun tidak malu untuk turun tangan mengerjakan pekerjaan rumah tangga..

jadi, tipsnya menurutku adalah berikan pembagian tugas yang jelas dan tegas buat masing-masing anak.

kalau adik perempuanku, sudah sejak kecil dia diajak ibuku ke dapur... :D

Anonymous said...

Aku dulu kelas tiga udah bisa bantuin masak di dapur. Soal nyapu mah pasti bisa. Lalu setelah si bungsu mulai sekolah, mamaku nggak pake ART lagi, soalnya, udah berat untuk biaya sekolah kami berempat. Yang bisa dihemat ya anggaran untuk gaji ART. Alhasil, kami gantian beberes rumah. Tapi aku sering urik, menghindari nyapu yang kubenci itu! Hihi..mending nyuci piring ato masak.

Aku lupa tepatnya kapan, tapi masih SD, beberapa kali aku sudah bisa sendirian menyiapkan masakan untuk seluruh penghuni rumah, mulai dari nasi, sayur sampai lauk sederhana yang gampang masaknya.

Untuk menumbuhkan kesadaran beres-beres rumah memang seharusnya sedari awal sudah dibiasakan untuk terlibat dalam urusan domestik rumah tangga dan diberi tanggung jawab.

Untunglah orangtuaku punya 4 anak perempuan yang nggak pernah dimanjakan sampai tak peduli urusan rumah tangga.
Tapi sampai sekarang, aku masih aja benci nyapu..hihi...
Dan aku juga lebih suka mengerjakan semuanya sendiri tanpa ART. Aku juga nggak pernah mau ngoyo untuk selalu beres-beres rumah. Aku nggak tiap hari nyuci dan setrika. Tiap hari Minggu: libur beberes rumah dan masak..asyikkk...besok hari Minggu!

Andhini K.S on 9:47 PM said...

Waaa...jadi inget jaman waktu kecil...aku juga sering disuruh mama buat beresin..berbagi tugas dengan kakak perempuanku...tapi aku cuma maunya bersihin perabotan rumah..tapi kadang juga nyapu...

Hihihi...abis itu di cek sama mama, kalau kurang bersih pasti deh...dimarahin...Hmm..sekarang kalo inget kejadian itu, aku bisa ketawa..padahal dulu...ampun deh, bawaannya pengen marah mulu..abis males sih...

Tapi bagus kok..kalo kita dididik macam itu sejak kecil karena akan menumbuhkan kesadaran diri akan kebersihan dan tolong menolong...gak ada yang bersikap BOSSY...

Meskipun sekarnag kita pake pembantu karena udah pada sibuk kerja semua dan waktu buat bersihin udah berkurang banget, tapi satu yang masih sering dilakukan aku dan yang lainnya yaitu...MENCUCI PIRING SENDIRI SETELAH SELESAI MAKAN...tapi kalau pas selesai makan ada cucian piring numpuk yaaa...mau gak mau dicuci sekalian deh..

Nice blog...remind me about my past when i was kid..^^

DV on 6:24 AM said...

Topik ini menarik dan, Donny banget!
Aku lahir dari keluarga yang memang sangat mengunggulkan anak pria, dalam artian bahwa semua kerjaan beres2 rumah itu 'domain'nya wanita:)

Waktu pindah ke Jogja awal2nya, 1993 dulu, semua berubah, aku jadi bisa nyapu dan ngepel..
Tapi seiring waktu berlalu dan seiring kemajuan ekonomi, aku menjadi tergantung lagi dengan yang namanya office boy dan pembantu :)

Tapi pas pindah ke Australia, semua harus mandiri, di sini pembantu mahal dan ya puji Tuhan bisa :)

krismariana widyaningsih on 8:36 AM said...

@Uda Vizon: Bener Uda, dulu waktu disuruh sama Ibu untuk bantu2, rasanya suka kesel banget. Tapi sekarang baru terasa manfaatnya ya.

@Nana: Asisten mamamu empat orang, cewek semua. Wah, pasti kompak tuh! Aku juga sampai sekarang rasanya masih lebih suka mengerjakan semuanya sendiri, walaupun kadang capek dan tidak bisa rapi.

@Andhini: "Mencuci piring setelah makan" ... wah, itu prinsip ibuku banget tuh. Ibuku maunya setelah selesai makan, piring harus langsung dicuci. Terima kasih sudah mampir kemari ya :)

@DV: Hehehe, ketahuan dulu pas di Jogja jadi Pak Bos ya? :) Memang setidaknya kita harus bisa melakukan sendiri sih. Walaupun sudah ada asisten rumah tangga, kupikir sebaiknya kita tetap harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri.

dyahsuminar on 5:42 PM said...

hi...mbak Kris...kita satu alumni...
Bunda di Syantikara dari tahun 1975 sd thn 1979....sampai lulus dari FE UGM.
waaah...bener2 Syantikara membuat kita Ngerti gawean ngomah.kalau Bunda ceritakan ke anak2,,,mereka sangat tertarik...

krismariana widyaningsih on 8:27 PM said...

@Bu Dyah: Asyik, ketemu alumni Syantikara lagi... Hehe. Memang asrama yg satu itu membuat kita belajar banyak ya, Bu. :) Ayo, ayo... berbagi cerita. Pasti cerita Syantikara tahun 70-an beda dengan yg tahun 90-an ya :)

Tuti Nonka on 9:34 PM said...

Hahaha .... saya ketawa membayangkan Kris goler-goler dan nguap-nguap kayak singa di Taman Safari ... hihihi.

Sejak saya bisa mengingat (umur berapa ya? sekitar 3 tahun gitu) di rumah tidak pernah ada pembantu. Jadi semua pekerjaan rumah dikerjakan ibu dan anak-anak (kami 7 bersaudara) gotong royong. Sama seperti Uda Vizon, semua anak sudah punya jobnya sendiri-sendiri, jadi everythings running well. Kalau ada salah satu yang harus masuk jam ke-0 (biasanya olahraga di sekolah) pekerjaan diselesaikan malam sebelumnya, atau dititip ke saudara yang lain, nanti dia ngganti menyelesaikan pekerjaan saudara yang dititipi itu ...

Sekarang, kalau pembantu lagi mudik, saya terjun langsung ke dapur dan rumah, membereskan segalanya. Dan ... pasti lebih kinclong dari pada pembantu yang mengerjakannya. Jadi, kalau jadi pembantu, saya ini pembantu super ... hehehe ...

Tapi, kalau setiap hari saya sibuk di dapur dan ngepel, kapan bisa kerja (dan yang lebih penting, ngeblog? Hahaha ... )

Anonymous said...

beres beres rumah? hemm jd malu deh.. abis pemalas sih.. :-(

apalagi diperparah dengan kebiasanku lah leh.. glothak glethek seenaknya :-( ambil dmana...ngembaliinnya dmana.. hiks..

Eka Situmorang-Sir on 11:40 PM said...

hehehehe terkikik2 nih baca ini, (heran koq gue bis akelewatan gak baca ini yah)

anw, dari dulu mamakku selalu punya mbak dirumah sampe....... gue kelas 2 es em pe
abis itu blas.. semua kerjaan dibagi2 :D and bisa ngerjain semuanya dunk ;) nyapu, masak, ngepel, setrika.

Skr udah married, malah suamiku yang sedih kalo liat aku kerjain kerjaan rumah :D hehehhe jadi paling aku masak doank skr, yg lain dikasih ke mbak :D hehehhe