Friday, September 11, 2009

Buku Bestseller?

Aku tak ingat sejak kapan aku tidak lagi percaya begitu saja dengan label BESTSELLER yang dicantumkan di depan sebuah sampul buku. Begitu pula aku tidak langsung membeli buku hanya karena membaca endorsement atau pujian yang diberikan oleh seorang tokoh masyarakat yang tercantum di sampul depan suatu buku. Apalagi kalau buku itu sedang heboh di masyarakat, wah ... aku malah akan berpikir ratusan kali untuk membeli buku tersebut. Setiap kali melihat buku yang sedang heboh di pasaran, aku justru enggan melirik atau membeli buku tersebut.

Mungkin ketidakpercayaanku itu mulai timbul beberapa tahun lalu saat ada sebuah buku yang heboh sekali di pasaran. Tak sedikit orang yang mengatakan bahwa buku itu bagus sekali. Dan bahkan sampai sekarang buku itu masih jadi bahan pembicaraan banyak orang. Karena penasaran dan kupikir buku itu bakal membuatku terpesona, tanpa pikir panjang aku pun membelinya. Sesampainya di rumah, tak sabar kubaca halaman demi halaman. Lima halaman pertama, yah ... lumayan. Saat kuteruskan lagi, kok rasanya tidak semenarik yang kuharapkan ya? Begitu-begitu saja. Membosankan. Dan sepertinya si penulis suka melebih-lebihkan ceritanya. Pluk! Kututup buku itu dan sampai sekarang aku tak pernah membaca kelanjutan ceritanya. Begitu pun ketika si penulis mengeluarkan buku-buku karyanya lagi, aku tak pernah tertarik membelinya. Banyak orang masih mengatakan bahwa buku karya si X bagus luar biasa. Tapi maaf, mungkin seleraku berbeda. Ada buku-buku lain yang menurutku kualitasnya jauh lebih baik dari buku itu—baik dari segi penulisan, penyuntingan, dan isinya. Nah, sejak itulah aku tak pernah lagi percaya pada embel-embel bestseller atau endorsement yang tercantum di sampul buku.

Saking banyaknya orang yang menyukai buku tersebut, aku kadang terdiam beberapa saat jika ada orang yang menanyaiku apakah aku membaca buku itu. Biasanya aku akan bertanya balik, “Kenapa?” atau “Kamu baca juga ya?” Aku tak ingin terjebak. Tapi syukurlah selama ini orang yang bertanya kepadaku, rata-rata juga tidak menyukai buku tersebut. He he he. Yang kadang aku herankan adalah kenapa suara-suara orang yang tidak menyukai buku itu tidak pernah muncul di media ya? Yang justru keras suaranya adalah suara orang-orang yang menyukainya. Aku tak tahu kenapa fenomena ini terjadi. Aku bertanya-tanya, apakah ini terjadi karena masyarakat kita tidak biasa menyatakan suatu yang berbeda ya? Atau semua itu melulu karena selera?

Ah, aku tak tahu kenapa hal itu terjadi. Tapi yang jelas, aku membeli buku rata-rata karena aku sudah tahu kualitas penulisnya. Selain itu, kalau ada teman sesama pembaca buku yang seleranya sama denganku mengatakan bahwa suatu buku bagus, biasanya aku percaya. Ngomong-ngomong, pertimbangan apa yang kalian pakai saat membeli buku?

14 comments:

AndoRyu on 8:26 AM said...

Pertimbangan pertama, udah pasti isi kantong :P

Pertimbangan kedua, nama pengarang (walaupun kadang pengarang yg sama nggak selalu bikin buku berbobot)

Pertimbangan ketiga, orang yg menulis kata pengantar dan biasanya aku bisa percaya ulasannya.

Pertimbangan terakhir, MOOD. Kalau lagi nggak mood, buku baguspun gak bakalan kulirik sedikitpun.

Q - Kiss on 8:45 PM said...

Aku bukan penggemar buku, tapi aku senang membaca, pertimbangan dalam membeli sebuah buku kalau aku : tak sesuaikan dengan kebutuhanku apa saat itu, jadi matching, kebutuhanku tercapai dan aku tambah tahu.
Kalau best seller sih, tiap orang punya selera beda2.

DV on 11:11 PM said...

Pertimbangan beli buku dulu adalah soal siapa pengarangnya dan bagaimana respons masyarakat terhadapnya.

Tapi entah nanti waktu aku balik mudik, barangkali saking kalapnya semua juga bisa kebeli :)

Eka Situmorang - Sir on 11:34 PM said...

Eeeh... buku apa mbak yang gak disuka itu?
Jangan2 sama lagi hehehe :)

hmm pertimbangan beli buku, biasanya baca resensi atau ya dari obral obrol sama temen yg punya selera sanma.

Hmmm yg jelek2 biasanya gak muncul di koran atau media mbak ;) itu bisa bikin bukunya gak laku hehehe

seiri on 8:02 AM said...

widget shoutmix-nya atau buku tamunya mana ya???
biar bisa ngisi...

edratna on 11:36 PM said...

Saya juga tak terlalu percaya istilah "Best Seller" ini..yang penting buatku, melihat intisari dibelakang buku, dan lebih suka lagi jika ada yang sudah dibuka, sehingga secara sepintas tahu bahwa buku itu baik dan cocok (kadang kan kita tak sama dengan orang lain tentang selera buku yang disukai).

Pernah saya tergantung pada nama pengarang, tapi tak selalu semua buku yang ditulis isinya menarik.

krismariana widyaningsih on 7:10 AM said...

@Yusahrizal: penerbit masuk jadi pertimbangan nggak?

@Q-Kiss: hmmm bener juga. tp kalau lagi butuh makanan enak, beli buku resep aja kali ya? lihat2 gambar makanan, ntar jadi kenyang sendiri :D

@Eka: ssst... japri aja kalau mau tahu buku apa itu ;)

@Seiri: memang nggak saya kasih shoutmix, jadi langsung komentar ke tulisan langsung saja :) terima kasih sudah berkunjung :)

@Bu Enny: kalau di toko buku, sebenarnya kita bisa minta ke petugas supaya membuka bungkus plastiknya kok Bu... itu hak pembeli soalnya.

Dwiani said...

Yang paling jelas ya harganyalah! Kedua penerbit, nah, kalau punya kenalan di penerbit itu dan bisa dikontak, minta harga khusus. Hehehe.

Eh tapi ternyata selama ini saya banyak baca buku tapi buku pinjaman. Hahaha.

Ikkyu_san a.k.a imelda on 1:47 AM said...

Saya punya beberapa pengarang Favorit, jadi buku dia PASTI saya beli untuk melengkapi koleksi.

Lalu buku yang populer di kalangan orang Jepang, semisal PAT, NH Dini, Umar Kayam dll.

meskipun sering juga tergoda membeli buku best seller (yang sampe tetralogi gitu tuh) tapi akhirnya hanya mendekam di lemari, karena tidak suka hihihi (kayaknya sama sama kamu deh ;) )

Lalu jika disarankan teman yang memang saya sudah tahu kesukaannya apa. Jadi bisa mengira-ngira isinya spt apa.

Endorsement? Ngga pernah saya baca. Sapa sih dia? hohohoho. sebodo amat dgn endorsement.

EM

Anonymous said...

sama keq Emi chan, saya koleksi buku2 dari pengarang favorit saya..
seperti paulo coelho, ernest hemingway. kalo yg lokal Dee, Ayu utami, Pram..

kalo lihat label best seller bingung deh karena semua pake label itu hihi..
beli buku mirip sama beli makanan tergantung selera mbak..

krismariana widyaningsih on 1:59 AM said...

@Mbak Dwi: Aku juga kadang suka pinjam buku. Tapi kalau bagus, akhirnya sih tetep beli sendiri :) Memang kalau punya kenalan di penerbit ada enaknya. Lumayanlah diskonnya. Apalagi di Jakarta ini nggak ada toko buku diskon...

@Mbak Imelda: Hahaha, utk "tetralogi yang itu" aku akhirnya cuma beli buku pertama. Itu pun nggak pernah selesai bacanya karena tidak suka ;)

@Septarius: Wah kayaknya koleksi bukunya boleh juga tuh! Label bestseller emang kadang menyesatkan...

Anonymous said...

Wah klo di tempat mbahku yg khas itu adalah kedelai hitam yg dimakan sama nasi kuning mbak hehhe kadang setoples dihabisin sendiri,hbs itu sakit gigi

Hehhe kunjungan balasan nih...tuker link yah mbak ;) salam kenal

-witcha-

nh18 on 2:53 AM said...

Kalau saya sih ...

saya mendengarkan rekomendasi teman (se-genre) yang punya "taste" bagus ...
baru saya beli ...

kalau tidak ...
atau hanya karena resensi di Koran / majalah ? ... mungkin tidak membuat saya tergerak untuk membeli satu buku ...

Salam saya

krismariana widyaningsih on 8:42 AM said...

@Witcha: Halo, terima kasih sudah berkunjung kemari ya :)

@Om NH: Saya sekarang entah kenapa juga tidak mudah tergerak untuk membeli buku hanya karena membaca resensi di koran. Lebih percaya pada apa kata teman-teman yg "taste"-nya sama :)