Tuesday, June 02, 2009

Bagaimana Mengatasi Kemacetan Jakarta?

Ini sebuah petikan obrolanku dengan seorang teman beberapa hari yang lalu:
T (teman): Dulu pas kamu di Jogja, perjalanan dari rumah ke kantor berapa lama?
A (aku): Yaaa, kira-kira 20-30 menit lah. Emang kenapa, Mbak?
T: Sekarang aku baru merasakan beratnya jadi komuter di Jakarta. Perjalanan naik motor dari rumah ke kantor sekitar 24 km, dan memakan waktu kira-kira 50 menit. Itu kalau berangkat pagi, dan jalanan tidak terlalu macet. Duh, mana lagi mabok hamil, kena asap motor. Capek.

Ya, ya, aku bisa paham betul beratnya jadi komuter di Jakarta. Menjadi komuter di Jakarta berarti siap menembus jalanan yang penuh polusi, macet, panas. Dan sungguh, aku tidak bisa menikmati hal seperti itu. Masih mending kalau naik bus TransJakarta, tidak terlalu kena macet dan bebas asap rokok. Tapi jangan tanya seberapa penderitaannya kalau kita harus mengantre bus itu pas jam pulang kantor ya!

Dulu, ketika masih di Jogja, aku menganggap jarak antara rumah dan kantor sudah jauuuh sekali. Waktu itu aku harus menempuh jarak kira-kira 11 km dengan waktu tempuh sekitar 20-30 menit. Bagiku itu jarak yang lumayan jauh dan perjalanan yang memakan waktu. Tapi sekarang, semua itu menjadi tidak ada artinya. Perjalanan selama 30 menit di Jakarta itu adalah hitungan waktu untuk jarak dekat. Jadi, kalau dulu temanku bilang, "Ah, deket kok. Cuma setengah jam paling dari sini" itu memang benar. Setengah jam di Jakarta itu dekat sekali.

Menanggapi keluhan temanku itu aku mengatakan begini, "Sebenarnya kemacetan Jakarta itu bisa diatasi dengan mudah." "Bagaimana caranya?" tanyanya. Caranya kupikir adalah membatasi penduduk Jakarta. Ini tidak bisa tidak. Bagaimanapun yang membuat macet adalah kita-kita yang ada di Jakarta ini. Jakarta sudah kebanyakan orang! Jadi, kalau setengah penduduk Jakarta ini dipindahkan ke luar Jakarta, kurasa kemacetan akan berkurang. Tentunya orang-orang itu tidak asal dipindahkan begitu saja. Perlu dilakukan kerjasama antara pemerintah Jakarta dan pemerintah daerah. Kenapa orang-orang banyak yang datang ke Jakarta? Karena Jakarta identik dengan banyaknya lapangan pekerjaan. Selain itu pembangunan di Jakarta dan di daerah lain memang "njomplang", tidak seimbang. Jadi, di daerah mesti dibuka lapangan kerja seluas-luasnya agar orang-orang tidak "gembrudug" alias berbondong-bondong datang ke Jakarta.

Aku sadar, semua yang kutuliskan di atas memang cuma teori. Aku yakin sebenarnya bapak-bapak yang duduk di pemerintahan itu sudah tahu apa saja yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kota Jakarta dan daerah-daerah lain. Tapi, tahu dan melaksanakan adalah dua hal yang berbeda, kan?

8 comments:

DV on 12:56 PM said...

Betul tapi susah :)
Lha wong kowe wae yo migrasi ke Jakarta lho hehehe...
Sebenarnya ide memindahkan ibukota scara tidak langsung juga akan sedikit mengurangi kepadatan penduduk lho.
Coba dipindahkan ke Bandung ibukotanya, pasti akan sedikit berkurang karena kantor2 pemerintah akan pindah juga...

Jakarta, seperti halnya kota besar dunia lainnya memiliki masalah yang menurutku hanya bisa diselesaikan secara bertahap dan konsisten, Kris...

Bayu Probo on 12:00 AM said...

Wah memindah setengah penduduk Jakarta? Sama saja memindah 10 kali penduduk Yogyakarta.

Anonymous said...

di jakarta to? belahan jakarta mana je? susie

krismariana widyaningsih on 5:59 AM said...

@DV
Lha aku ki migrasi mergo melu bojo. Hehehe. Iyo, mungkin iso memindahkan ibu kota salah 1 carane. Aku setuju nek kudu diselesaikan scr bertahap, dan kudu dimulai saka saiki :)

@Bayu Probo:
Klo gak gitu, sepanjang segala abad Jkt akan gini terus, Mas

@Susie
Iyo Mbak, neng Klender :)

edratna on 1:00 AM said...

Kayaknya memang ibukota dipindahkan baru deh agak sepi...tapi Jakarta tetap akan rame jika memang jadi kota bisnis.

Kris, saya punya rumahnya telat, karena dengan suami pilih kontrak yang dekat kantor, agar pulang kantor bisa menyusui saat anak-anak masih bayi s/d 2 tahun. Terus rumah KPR ditempati saudara, dan kami pilih tinggal di rumah dinas yang jaraknya 15 km dari kantor, dan bisa ikutan antar jemput. Jadi enak, bisa ngrumpi bareng...namun risikonya baru bangun rumah mendekati MPP, dan harga2 mahal, anak lagi butuh biaya banyak....duhh stres berat,syukurlah akhirnya rumah sederhana dan mungil kami selesai juga...walau dengan bahan sederhana

Pojok Hablay on 6:27 PM said...

transportasi publik massal yang baik. hanya itu jawabannya.

nh18 on 1:11 AM said...

Macet ? Jakarta ? Bagaimana Mengatasinya ?

hhmmm ini susah sangat ...

mungkin cara yang paling simpel adalah ...
Pemberlakukan Wajib Bersepeda !!!
itu asik keknya ...

(maap rodo' ngawur iki)

krismariana widyaningsih on 1:21 AM said...

@Edratna: Iya kali ya Bu, perlu dipisahkan antara kota bisnis dan pusat pemerintahan.

@Mellyana: Setuju. Tapi kalau orang terus berdatangan ke Jakarta gimana ya?

@NH18: Iya, Pak. Saya sih mikirnya kalau di tiap pojok jalan ada sepeda yang bisa dipakai gratis dan dikembalikan ke tempat itu, kayaknya asyik jg. Selain itu bebas asap kendaraan :)