Wednesday, April 29, 2009

Pilih Buku Bermutu atau Buku Laris?

Aku senang sekali jika ada kesempatan ke toko buku. Entah itu toko buku yang menjual buku-buku bahasa Indonesia, maupun buku bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Rasanya seperti masuk ke dunia yang memelukku erat-erat. Menyenangkan sekali. Buku-buku itu seperti ribuan pintu yang membawaku ke mana saja.

Nah, tapi belakangan ini ketika aku ke toko buku lokal, aku kadang bertanya-tanya, kenapa ya buku-buku yang nampang di toko buku sekarang kok agak-agak membosankan. Misalnya nih, jenisnya tuh ya buku-buku motivasional, buku-buku lucu, buku fiksi macam teenlit begitu, atau buku jenis how to. Dan itulah yang sepertinya paling laku (mengingat begitu banyak buku semacam itu yang bertebaran di mana-mana). Berbeda dengan toko buku-buku asing, biarpun tokonya kecil, kesannya yang ditampilkan begitu beragam dan banyak yang menarik. Mau cari buku apa saja ada. Dari tema yang remeh-temeh sampai yang membuat kening berkerut.

Memang sekarang ada saja penerbit yang hanya menerbitkan buku-buku tren. Dan sepertinya penerbit-penerbit seperti itulah yang banyak meraih untung. Lha buku-bukunya laku kok. Berbeda dengan penerbit-penerbit yang sepertinya sangat pemilih. Biasanya mereka menerbitkan yang bermutu. Betul-betul mengisi otak dan memperkaya wawasan. Tapi yah, untuk penerbit yang semacam itu, biasanya buku-bukunya tidak terlalu laku.

Masyarakat kita memang seleranya gampang-gampang susah. Aku sendiri yang sudah beberapa tahun ini berkecimpung di dunia buku kadang kesulitan untuk menebak apakah buku X bakal laku atau tidak. Yang kukira bakal laku, ternyata jeblok di pasaran. Aku juga bingung jika ada buku yang menurutku biasa banget (dan bahkan cenderung kubilang jelek), e... malah laku keras dan penulisnya sekarang menjadi seleb. Bingung. Aku cuma berpikir, orang-orang yang menyanjung buku-buku itu apa nggak pernah baca buku yang lebih bagus ya?

Mengikuti selera pasar. Tampaknya itulah yang sekarang dipegang penerbit. Gampangnya nih, kalau masyarakat pengin masuk sumur, nah penerbit-penerbit yang cuma mengikuti selera pasar tuh ya membuatkan sumur. Dodol kan? Nah, kapan ya penerbit di Indonesia bisa benar-benar mendidik pasar? Dan bagi penulis, tinggal pilih saja, mau jadi penulis buku laris atau penulis buku bermutu. Buku laris biasanya jarang ada yang bermutu (karena penulisannya biasanya "kejar tayang"). Kalau mau nulis buku yang bermutu, biasanya butuh penelitian serius. Tapi yang kaya begini, biasanya jarang-jarang ada yang laku banget. Nah, sekarang tinggal pilih saja, mau jadi penulis yang seperti apa. Jadi blogger aja kali ya yang gampang? Hehehe.

2 comments:

DV on 3:42 AM said...

Benerrrr!!! Dadi blogger wae. Ngemeng2 dunia perbukuan kita itu mendidik selera pasar kok, mendidik ke arah kehancuran hihihihih....

Puspita on 4:47 AM said...

Kapan-kapan kita canangkan "hari sejuta buku".

Rakyat negeri ini jarang sekali yang memiliki investasi leher ke atas, mereka lebih sibuk investasi leher ke bawah. Oleh karena itu upaya mencetak generasi pembelajar rasanya; masih jauh api dari panggangnya.

Tapi Alhamdulillah di sekolah saya Perpustakaan merupakan tempat yang paling ramai dikunjungi kata anak-anaknya, "Perpustakaan merupakan tempat yang nyaman dan paling damai di sekolah".