Wednesday, August 05, 2009


Belajar Membatik di Museum Tekstil Jakarta

Beberapa hari belakangan ini aku pengen banget menyepi. Ya, betul-betul pergi ke tempat yang cukup sunyi, terlepas dari hiruk-pikuk ibu kota ini. Rasanya capek betul mendengar kebisingan yang sepertinya jamak sekali kujumpai di Jakarta: bunyi lalu lalang penjual makanan yang lewat di depan rumah, para pemakai jalan yang rajin membunyikan klakson, orang-orang yang terus berbincang. Jakarta memang gaduh. Tapi di Jakarta ini, biar sudah mengumpet di dalam rumah, tetap saja aku bisa mendengar hiruk-pikuknya Jakarta dari balik jendela.

Jadi, ke mana aku bisa menyelamatkan kupingku dari polusi suara itu?

Rabu lalu (5/8/09) aku menemukan salah satu tempatnya, yaitu di Museum Tekstil. Museum itu memang terletak di daerah yang cukup ramai. Tapi begitu masuk ke pelatarannya, suasana luar yang hiruk pikuk itu rasanya langsung teredam oleh banyaknya pepohonan, halaman yang luas, dan suasana khas bangunan tua. Rasanya seperti bukan berada di Jakarta! Sebenarnya aku ke sana setelah janjian dengan Mbak Imelda sih. Kalau tidak, barangkali setelah beberapa lama tinggal di Jakarta, aku ya tidak akan sampai ke sana. Dia dan dua anaknya, Riku dan Kai akan berkunjung ke sana. Jadi, mumpung ada teman, sekalian saja aku ke sana.

Awalnya aku tak tahu di mana letak Museum Tekstil itu. Dan mulailah aku bertanya ke temanku yang sudah lama tinggal di Jakarta. Tapi apa jawabnya? "Museum Tekstil? Mana itu?" Gubrak! Welhadalah, dia sudah sepuluh tahun tinggal di Jakarta tapi tidak tahu letak Museum Tekstil. Ah, Jakarta memang terlalu luas. Dan banyak warga Jakarta yang tidak tahu tentang museum dan tempat-tempat semacam itu. Apalagi pendatang kaya aku yang lebih banyak tinggal di rumah daripada keliling Jakarta? Ya jelas tak tahulah. Dan rupanya ... Mbak Imelda yang besar di Jakarta juga tidak tahu tempatnya. Hi hi. Jadi, daripada kesasar tidak karuan, lebih baik aku menunggu mereka di depan Diknas.

Ketika sudah di dalam taksi, kami meminta pak supir mengantarkan ke tempat yang dituju. Tapi ternyata supir taksi itu pun tidak tahu di mana letak Museum Tekstil. Duh! Orang buta menuntun orang buta deh. Yang kami tahu museum itu letaknya di Jl. K.S Tubun 2, Tanah Abang. Tapi di mana tepatnya, yaaa ... mene ketehe? Agak menyesal juga kenapa aku tidak membawa peta milik suamiku. Tapi supir taksi itu cukup pintar juga dalam mencari info. Dia bertanya ke penjual handuk di pinggir jalan, dan mengantarkan kami ke sana tanpa perlu kesasar.

Taraaa...! Akhirnya sampailah kami ke sebuah bangunan tua yang cukup besar dan berhalaman luas dengan beberapa pohon cukup tinggi. Lalu kami pun mulai menjelajahi museum. Tapi sayang koleksi di sana sedikit sekali. Aku agak kurang bisa menikmati suasana dalam museum karena di dalam ruangan itu kesanku baunya apek. Sebenarnya aku lumayan suka bangunan tua, tetapi kalau baunya apek, aku jadi malas. Hmmm ...

Setelah melihat-lihat koleksi museum, kami menuju bangunan kayu yang berada di bagian belakang museum untuk membatik. Yuuhuuu! Akhirnya kesampaian juga aku untuk berlatih membatik. Selama ini aku hanya pernah melihat orang membatik, tapi belum pernah benar-benar memegang canting dan menorehkan malam panas di atas kain. Awalnya Riku dan aku saja yang akan membatik. Tapi rupanya ketika melihat kami asyik menggambar di atas kain, Mbak Imelda jadi tertarik juga. Sebenarnya aku sudah berpikir, nanti kalau kami bertiga membatik, siapa yang menemani Kai? Kai masih terlalu kecil untuk ikut membatik. Aku berharap dia tidak bosan menunggui kami.

Setelah kami selesai menggambar pola gambar di atas kain kira-kira selebar sapu tangan, mbak petugas museum menerangkan do and don'ts saat membatik. Yang agak repot adalah ketika si mbak hendak menerangkan pada Riku yang lebih fasih berbahasa Jepang daripada berbahasa Indonesia. Dan karena aku tidak tahu seberapa banyak kosakata bahasa Indonesia yang diketahui Riku, aku mengatakan supaya menunggu Mbak Imelda saja untuk membantu menjelaskan ke putra tercinta.

Tak lama, mulailah kami membatik. Asyik banget. Mungkin karena gambar pola yang kupilih cukup mudah ya, jadi rasanya gampang-gampang saja. Sembari membatik aku tanya-tanya ke mbak petugas yang ternyata lulusan ISI Jogja. Rupanya di situ banyak juga yang tertarik belajar membatik. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Tidak jarang ada serombongan anak SD yang belajar membatik bersama-sama di situ. Lalu, saat kami di situ, datang tiga (atau dua ya?) orang turis Jepang yang ingin belajar membatik. Untuk membatik di atas kain kira-kira selebar sapu tangan, kita cukup membayar Rp 35 ribu rupiah (itu sudah termasuk harga karcis museum). Kalau untuk membatik kain panjang (jarik), biayanya Rp 200 ribu rupiah. Untuk membatik, ukurannya bukan waktu, tapi lebar kainnya. Jadi, kalau mau membatik untuk kain panjang, tak harus selesai satu hari. Selain itu di sana bisa belajar membuat gerabah juga katanya si mbak petugas.

"Selesai, Mbak!" kataku setelah semua garis kuberi malam. Tapi ternyata si mbak mengatakan, "Bagian belakangnya juga diberi lilin. Sama persis dengan yang bagian depannya, ya!" Aih ... rupanya aku baru setengah jalan to. Dan membubuhi lilin di sisi belakang ini lebih sulit, karena harus sama persis dengan yang bagian belakang. Ugh, capek juga ya. Mungkin karena sudah agak capek, lilin panas itu sempat tumpah dan kena jari telunjukku. Wew! Panas banget! Mbak petugas museum segera memberiku salep untuk luka bakar. Aku berharap cuma aku yang mengalami kecelakaan itu.

Eee ... tapi rupanya Mbak Imelda "ketiban sampur" juga. Karena Kai bosan dia mendekati mamanya yang sedang memegang canting. Entah bagaimana malam panas itu melayang dan mengenai kelopak mata kiri Mbak Imelda. Mak tratap! Jantungku sepertinya mau lepas saat melihat kejadian itu. Dan aku mendadak bengong tak tahu mesti bagaimana. Tapi untunglah petugas di museum itu cukup sigap, dan langsung memberikan salep untuk luka bakar.

Akhirnya setelah kami selesai membubuhkan malam, dimulailah proses pewarnaan. Kali ini yang melakukan proses itu adalah mbak petugas dari museum. Jadi, kami hanya menonton saja hehe.

Oiya, kalau ingin tahu lebih banyak soal Museum Tekstil ini, Mbak Retty Hakim sudah menuliskannya agak panjang di sini.

*Foto di atas diambil oleh Mbak Imelda.

10 comments:

Anonymous said...

Waduuuh...

Mbak.. ngaku dosa sambil menundukkan kepala)

aku juga gak tahu dimana itu museum tesktil :D

anw... hasilnya gak sekalian dipajang mbak?

imelda on 2:15 PM said...

iya, tempat Museum Tekstil itu sepi dan adem ya. Aku juga kecewa dengan pamerannya. Bukan karena apeknya, tapi kok rasanya bisa lebih bagus dari itu. Kasih lihat dong tekstil dari berbagai daerah, lalu proses pembuatannya. Misalnya saja jumputan, kan ngga ada tuh. Atau contoh kain Bali juga ngga ada kan? Kebanyakan batiknya, udah gitu batik pekalongan ya?

Memang seharusnya aku tidak ikut membatik. Entah apa yang membuat aku jadi ikutan.... keinginan itu begitu kuat. emang untuk buang sial kali ya. Well, lilin panas itu memang menyakitkan.

Sebetulnya kepingin coba buat keramik/gerabah tuh... Gerabah jepang juga sangat menarik, dan aku ingin bisa. (BUkan karena tertarik menjadi spt film GOSHT loh heheheh)

hmmm masih ada waktu tidak ya? Atau simpan deh untuk tahun depan. Kamu masih di jkt kan tahun depan? (semoga....)

EM

Anonymous said...

wah, aku benar-benar kepengen ikut jadinya...hihi telat yo?

dulu, mbah buyutku membatik sendiri. aku tau dari ceritanya. semua detil diceritakannya. tapi aku tak pernah mempraktekkannya...jadi pengen deh...

pasti pengalaman itu nggak terlupakan ya?

btw, telunjukmu udah sembuh to? udah bisa digunakan untuk ngetik dan lain-lain..hehe..

krismariana widyaningsih on 1:02 AM said...

@Eka: Hihi, batik buatanku belum sempat kefoto. Museum tekstil itu nggak jauh kok dr Stasiun Tanah Abang (kalau nggak salah, belakangnya).


@Mbak Imelda: Iya Mbak, koleksinya sedikit sekali. Dan kurang bagus. Kayaknya pemerintah nggak niat ya? Di Jogja ada museum batik, yg membuat seorang keluarga yg sudah sepuh. Koleksinya jauh lebih
banyak dari Museum Tekstil kemarin. Tampaknya sebuah museum harus dikelola swasta ya? Karena museum itu sebenarnya menunjukkan "kecintaan".

Aku masih kepengen berkunjung ke sana lagi. Pengen membatik lagi dan mencoba membuat gerabah :) Tapi nggak tahu kapan nih.

Tahun depan kayaknya aku masih di Jkt kok, Mbak :) Btw, sudah sembuh kan?


@Nana: Dulu simbah putriku juga membatik, Na. Tanteku jg pernah diajari membatik. Katanya lilin panasnya pernah kena wajah waktu ditiup dari ujung canting. Rasanya kaya apa ya? Hmmm ...

Ya, ya pengalaman itu tak terlupakan. Membatik itu bisa menjadi latihan utk menahan diri dan memperhalus jiwa.

Telunjukku sudah sembuh kok. Sudah lantjar djaya untuk mengetik... hahaha!

Retty Hakim (a.k.a. Maria Margaretta Vivijanti) on 6:06 AM said...

Hehehe...anak Jogja belajar mbatik di Jakarta...weleh...weleh...di Taman Sari itu padahal bisa nyantrik dimana-mana lho...

Justru itu aku sebel sama pengelolaan Museum, rumah kecil di samping juga nggak dibuka ya? Itu ada mesin tenun tapi cerita bangunannya juga menarik. Kalau ada yang guiding seharusnya bisa lebih menarik karena taman di tengah itu penghasil pewarna alami...

Dulu juga ada pembelajaran konservasi kain dan lukisan tua disana, tapi sepertinya sekarang nggak ada lagi...entahlah aku sekarang kurang gaul....hanya online...online...itupun suka ngilang dari peredaran ya (YMnya ada orangnya nggak ada wakakak...)

Ikutan Indonesian Heritage Society aja Kris...banyak kegiatan menarik buat kamu deh, ke Plaza Senayan office building lantai 17 perpustakaan sekaligus markas utama IHS, atau nanti aku ajak kalau ada open house bulan September ya....

krismariana widyaningsih on 5:28 PM said...

@Retty Hakim: Hehehe, aku sebenarnya tahu kalau di sekitar Taman Sari bisa belajar membatik. Dulu kupikir, nanti2 saja. Soalnya istri kakakku kan orang sekitar situ, jadi gampanglah kalau minta info. Tapi yah, akhirnya toh aku belajar membatiknya malah di Jakarta. Hahaha.

Kemarin yg kami lihat ya cuma museum yg memajang kain2 itu, Mbak. Tidak diberi tahu pula kalau rumah kecil di sebelah gedung tsb bisa dimasuki. (Kayaknya tutup juga deh.)

Wah boleh juga deh kalau aku diajak ke acara IHS. Sekalian kita kopdar ya Mbak? Hehehe :p

utaminingtyazzzz on 3:48 AM said...

kapan kapan aku juga mau nyoba ahhh

DV on 5:16 PM said...

Hahahaha, aku paling seneng moco tulisan iki pas bagian "Mak tratap" Hahahahaha lucu tenan....

krismariana widyaningsih on 6:00 PM said...

@utaminingtyazzzz: iya, sekali waktu, cobalah. asyik lo!

@DV: ketok le jowo yo don? :D

Anonymous said...

Saya malah belum pernah ke museum batik..kayaknya kapan2 mesti kesana...