Wednesday, February 25, 2009

Yang Terkenang dari Slumdog Millionaire dan The Kingdom

Tidak, tidak ... aku tidak akan membahas dua film itu. Slumdog Millionaire memang keren. Membuatku terkekeh-kekeh, terharu, dan ikut berbunga-bunga.

Dan The Kingdom? Ugh! Bunyi dar ... der ... dor yang memenuhi ruangan komputer kami membuatku terbangun. Itulah risiko punya suami yang gemar menonton film he he he. Apalagi hari ini dia libur mengajar. Jadi, pagi-pagi dia sudah nongkrong di depan komputer untuk menyetel film The Kingdom. Aku tidak menonton sejak awal--karena belum bangun. He he he. Tapi aku sempat melihat klimaks cerita film itu.

Tahu bagaimana yang aku rasakan saat melihat adegan-adegan di film itu? Jantungku berdebar kencang, dan biuh ... kakiku lemes bo! Sial! Dan aku mendadak merasa jadi orang bodoh. Lha wong cuma film lo, kok sampai deg-degan dan lemas lo? He he he. Keterlaluan.

Kembali ke film Slumdog Millionaire, sampai saat ini aku masih ingat satu potongan kalimat di film itu. Ketika Jamal ditanya kenapa dia bisa menjawab pertanyaan apa yang dipegang Rama di tangan kanannya, dia langsung teringat kematian ibunya yang mengenaskan. Dia bilang, "Jika bukan karena Rama dan Allah, aku masih punya ibu sampai saat ini."

Di film itu dikisahkan ibu Jamal tewas di tengah pertikaian agama--Hindu dan Islam. (Kata kakakku yang pernah tinggal di India selama beberapa bulan, di sana hubungan antara Hindu dan Islam memang tidak manis. Menegangkan. Agama yang dominan biasanya memang suka menekan. Ini terjadi di mana saja lo. Jadi bukan soal mau menjelekkan suatu agama tertentu.) Saat itu Jamal, Salim (kakaknya), dan ibu mereka sedang mencuci di sebuah sungai. E, tiba-tiba mereka diserang. Tanpa ampun, ibu Jamal yang panik langsung dipukul sampai mati. Tragis. Dan Jamal dan Salim yang masih kecil akhirnya kabur menyelamatkan diri. Nah, di tengah pelariannya itu, dia melihat patung (atau anak kecil ya?) yang berkostum Rama. Kejadian itu terekam betul di benaknya, plus si Rama kecil tersebut. Jadi, dia ingat betul apa yang ada di tangan kanan Rama.

Pertikaian antar agama kerap kali memang menyakitkan. Tak jarang sampai berdarah-darah dan sampai mati. Ya ampun! Kenapa sih?

Dan tadi pagi, saat melihat film The Kingdom, lagi-lagi aku melihat pertikaian yang membuat orang tak bersalah mati. Inti ceritanya sih tentang teroris di Arab Saudi yang melakukan pengeboman di daerah permukiman orang-orang kulit putih yang bekerja di perminyakan. Di film itu digambarkan bagaimana sekelompok teroris membuat bom. Mengerikan. Banyak orang mati. Dan salah satu korbannya justru kepala polisi Arab Saudi yang masih punya anak kecil. Hiks ... menyedihkan. Jangan tanya detail film itu ya? Aku sudah lemes duluan waktu nonton adegan tembak-tembakannya!

Kadang tidak berlebihan jika aku mengatakan bahwa agamalah yang menjadi sumber masalah. Orang yang beragama X membunuh orang beragama Y. Alasannya? Ya, karena mereka beda
agama, masing-masing memegang keyakinannya sendiri. Akhir-akhir ini rasanya semakin meruncing saja kecenderungan orang untuk menolak orang yang berbeda dengannya. Dan kadang-kadang seseorang melakukan itu untuk membela Tuhan. Please deh! Ngapain Tuhan dibela? Kalau kita mengakui Dia mahakuasa, Dia bisa membela diri-Nya sendiri. Kuasa-Nya yang melebihi apa pun itu bisa menggulingkan kita dengan sekali tiup.

Tapi aku pikir, kenapa ada saja kebencian yang tumbuh terhadap orang yang berbeda agama dengan kita. Kenapa? Karena kita kurang mengasihi mereka. Kita menganggap orang yang berbeda itu musuh yang harus ditumpas. Padahal musuh bisa dikasihi, kok. Tergantung kita, mau berbesar hati atau tidak. Lagi pula, kenapa harus memakai memberi label musuh kepada mereka?

Ah, embuhlah! Nggak tahu aku. Aku bosan mendengar orang saling membunuh, mengebom, karena alasan agama. Kenapa mereka tidak kalian anggap sebagai saudara yang pantas dikasihi, kawan?

12 comments:

Anonymous said...

Sakjane aku pengen nonton Slumdog kuwi mau tapi mengko ngenteni bali Indonesia wae aku tuku DVD sing ono translasi nya hahaha...

Aku lemah nek kudu mengkonversi bahasa terlebih film2 yang bukan perang.

Nek film perang rak penak, tinggal nonton dar-der-dor dan paling dengan sedikit bahasa konyol macam f**k yang gampang dmengerti :)

krismariana widyaningsih on 5:54 PM said...

Slumdog memang keren Don! soundtrack'e kereeen. mantaps! aku sampe terheran-heran karo awakku dewe, kok iso to seneng lagu India neng film kuwi? Tp emang mending kowe golek DVD sing ono terjemahanne. bhs Inggris'e logat India banget. opo meneh pas Jamal sik cilik. nek ra biasa krungu logat India, sok bingung. (aku jadi kelingan pas misa bhs Inggris neng kapel Panti Rapih, romone soko India. waduh! antara pengen ngguyu karo bingung le ngrungokne homili!)

AndoRyu on 12:21 AM said...

Yang dominan biasanya memang cenderung menekan minoritas koq. Bukan cuma agama saja, ras dan warna kulit, politik, kondisi sosial budaya, dll.
Contoh: karena pengunjung blognya kris dominan bisa berbahasa jawa, bahasa yg dipake buat komentar adlh bhs jawa spy yg minoritas nggak ngerti... LOL

Pernah lihat orang kulit putih KKK suka menindas orang negro yg notabene sama-sama kristen? Bagaimana dengan Irak jaman Saddam Husein yg menindas suku Kurdi yg sama2 muslim? Lalu orang2 komunis RRC menindas orang Kuomintang yg beda paham politik?

Sejarah manusia ini sudah terlalu panjang. Jaman dulu orang punya agama, suku, polsosbud sama tp masih suka bertengkar. Kane dan Abel (Kabil dan Habil) yg kakak adik jg bisa tumpah darahnya.

*waduh, koq jd ngomong serius nih.*

Anonymous said...

bulan depan aku pulang mau cari bajakannya di blok m ahh..heee

krismariana widyaningsih on 5:30 PM said...

@ Yusahrizal:
Kalau akhirnya ngomong serius sih, udah bisa dimengerti. temennya Oni sih. hihihi. dia juga kan begitu. kalau kamu ngomong serius jg, yah ... sudah biasa hihihi.

@ Boyin
Iya, nonton slumdog memang keren. aku jg pengen punya VCD-nya...

noel on 7:22 PM said...

Aku masih setia untuk curiga bahwa ujung-ujungnya adalah eksistensi; pengakuan. Siapa tahu si mayoritas akan merasa lebih eksis jika semua sama alias tak ada minoritas. Padahal si minoritas juga mempunyai "hukum dogol" yang sama, cuma belum berkesempatan mempraktikkannya. Contoh lain, kita koar-koar agar tidak buang sampah di got. Kenapa? Kita ingin orang berubah perilakunya? Jujur saja bung, karena kita takut banjir. Dengan kata lain motif kita ingin mengubah orang lain karena kita takut diri kita terancam ..... Yah memang nggak semuanya begitu. Masalahnya, sejauh mana dan apa alasan kita "ingin mengubah orang lain"? Saya nggak ngomong soal perbedaan agama, ras, dll. Sudah basi. Tapi tentang sesuatu yang kita lakukan sehari-hari, kita lihat di tiap perempatan absurd jakarta, kita beri label orang-orang dengan kebiasaan tertentu, pandangan tertentu, dll, dsb, dsb, ....

Agama, ras, dsb itu hanyalah ciptaan manusia dalam rangka menggambarkan ciptaan Tuhan yang musykil dilukiskan dengan satu warna. Ibaratnya, banyak orang mengamini bahwa tingginya kriminalitas karena (salah satunya) ada basic needs yang tak terpenuhi, katakanlah kebutuhan atas makanan. Mengapa kita butuh makanan? Karena kita -- sialnya -- bisa merasa lapar. Jadi, atas nama lapar, maka aku mencuri, mencopet, merampok.

Apakah lantas kita memohon-mohonn pada Tuhan agar rasa lapar dihilangkan? Hampir sama dengan itu; apakah kita akan berjuang mati-matian agar agama dihapuskan?

Aku setuju dengan Lennon. Tapi dalam ranah "imagine". Yah berkhayal khayal sajalah ... sebelum MUI gatal untuk meng-haram-kan berkhayal.

Hehehe ... kok aku serius banget yo? Sori pake Basa Jawa, karena aku sedang berkomunikasi dan berekspresi, serta tidak sedang siaran. Kalau ada yang mau pakae bahasa daerahnya masing-masing silakan. That's why Tuhan menciptakan bahasa macam-macam. Agar kita bisa saling tanya ini artinya apa, itu artinya apa. Dengan begitu kita akan akur dan akrab.

Jangan terbawa politik "toleransi" pak harto. Pandangan geblek yang merasa bahwa satu-satunya cara memandang perbedaan adalah "memberi jarak" dan -- tololnya -- menyeragamkan.

Halah ... serius lagi.

Mbuh lah. Aku baru saja bikin kopi tubruk. Tapi terlalu pahit.

AndoRyu on 9:00 PM said...

Wah, komentarku yg paling bawah dijawab. Tapi yang atas koq nggak?
Sentimen kedaerahan yah? mentang2 aku minoritas nih hehehe... LOL

Anonymous said...

Di setiap agama, selalu ada kelompok moderat dan kelompok konservatif/fundamentalis. Nah, biasanya kelompok kedua inilah yang terlibat friksi dengan kelompok lain. Padahal, mestinya disadari bahwa mustahil membuat semua penduduk dunia memeluk satu agama saja. Mengapa tidak saling menghormati dan bekerjasama saja agar dunia tentram dan damai?

Btw, tanggal 7 dan 8 Maret akan ada kopdar beberapa teman di Yogya. Mbak Kris pas pulang nggak? Ayo gabung.

krismariana widyaningsih on 1:16 AM said...

@ Yusahrizal:
Hmmm... no comment deh! hihihi...

@ Tutinonka:
Iya Bu, biasanya yg nyebelin tuh yg fundamentalis. dan merekalah yg bikin gara2. utk tgl 7-8 Maret ini, saya nggak pulang ke Jogja, Bu. Mei mungkin saya pulang. Semoga bisa ketemuan... :)

Anonymous said...

sedih ya.. bukannya semua agama mengajarkan kebaikan?

Anonymous said...

Waktu nonton adegan penyerbuan umat Hindu terhadap umat muslim, terus terang saya sudah nggak sreg dengan adegan itu. Adegan itu menggambarkan seolah-olah umat Hindu di India menekan umat muslim. Tapi saya membuang perasaan nggak sreg itu dengan berfikir penonton pasti tahu bahwa adegan itu menyesatkan. Saya menghibur diri dengan berpikir bahwa semua orang tahu bahwa yang terjadi saat itu bukan kelompok mayoritas menekan kelompok minoritas tetapi dua kelompok yang baku hantam.
Tetapi semakin lama, apalagi dengan membaca komentar-komentar di internet, ternyata pikiran saya tidak tepat. Memang kesan yang muncul di pikiran penonton adalah umat Hindu menekan Islam.

Well, kalau memang Hindu menekan Islam, kenapa beberapa presiden India beragama Islam, kenapa banyak pejabat-pejabat India, dan bintang-bintang film India beragama Islam? Kenapa negara India membiayai warganya yang menunaikan ibadah haji? (dan menurut surat pembaca di Majalah Tempo sekitar awal tahun 2009, jumlahnya jauh lebih besar dari pemerintah Indonesia membiayai jemaah Indonesia).

Umat Hindu tidak pernah menekan umat lain. Baik di tempat dimana umat tersebut mayoritas maupun minoritas. Umat Hindu sangat toleran, bahkan terlalu toleran sehingga seperti apatis. Akibat dari over toleran ini, film-seperti Slumdog Millionair yang menggambarkan umat Hindu sebagai umat yang beringas, yang menggambahrkan Rama dengan wujud menyeramkan, dapat dengan bebas disiarkan di seluruh dunia tanpa protes sedikitpun dari umat Hindu. Padahal Rama adalah tokoh yang dipuja banyak umat Hindu seperti Tuhan.

krismariana widyaningsih on 8:20 PM said...

@ utaminingtyazzz
memang sih semua agama mengajarkan kebaikan. tergantung orangnya. apa pun agamanya, kalau orangnya brengsek, ya brengsek aja deh.

@ made
memang india lebih sukses sebagai negara yang demokratis dibandingkan dengan indonesia misalnya. india bisa berbangga punya presiden yang muslim. indonesia kayaknya masih jauh deh, jangankan punya presiden non-muslim, punya presiden non-jawa saja kayaknya masih sulit.

tapi harus diakui hindu fundamentalis masih ada. misalnya di mesjid babur yang diklaim umat hindu sebagai tempat kelahiran rama. memang mesjid itu dibangun sewaktu dinasti islam menguasai ayodya. namun perebutan tempat ini sempat meruncing sampai pada kekerasan.

partai bharatiya janata juga menunjukkan kecenderungan fundamentalis, paling tidak dengan membiarkan hindu aliran keras menyerang umat muslim atau kristen.