Tuesday, December 04, 2007

A Good Year: Kebijaksanaan yang Tersembuyi

Semalam akhirnya terjadilah reuni kecil-kecilan para cucu keluarga Hartono; sama satu buyut juga ding, Bu Dokter Sita. Dan akhirnya kami menonton film dengan "dicukongi" Om Siswo (makasih ya Om! Sering2 ke Jogja deh kalo gini hehehe). Kami menonton A Good Year.

Kami berjejal di deretan tengah bioskop 21, Ambarukmo Plasa. Sip! Walaupun sudah lewat jam tidurku, ternyata mataku masih bisa melek juga. Yang membuatku betah nonton adalah pemandangan daerah Luberon, Provence yg adem dan membuatku serasa ingin terbang ke sana lalu menyusuri kebun anggur itu. (Kapan ya bisa sampai sana? Rasanya pemandangan desa itu sampai siang ini masih nancep di kepala nih! Aku jadi membayangkan bagaimana kalau aku tinggal di sana dan menulis. Wah! Ada yang mau membawaku sampai ke sana nggak ya? Hehehe.) Selain itu, film itu mengandung pesan-pesan yang walaupun sudah "uzur", tapi membuatku tercengang lagi dan akhirnya mendorongku untuk ngeblog lagi.

Satu pesan dari Uncle Henry ke Max Skinner kecil adalah ketika si Max disuruh menari-nari walaupun dia kalah main tenis dengan sang paman. Max jelas-jelas menolak, dong! Wong kalah kok suruh njoget. Yang bener aja, Pakde! Tapi Uncle Henry itu bilang--kurang lebih--begini, "Menarilah kalau kamu kalah. Soalnya kekalahan memberimu banyak kebijaksanaan daripada kemenangan, walaupun kemenangan itu memang rasanya lebih enak. Bagaimanapun kekalahan harus dirayakan!"

Wah!

Dia juga bilang, "Kalau kamu udah nemu sesuatu yg bagus, kamu harus menjaganya." Itu dia sampaikan ketika dia menyuruh si Max kecil mengetes anggur.

Melihat film itu membawa getaran tersendiri. Rasanya kebijaksaan Uncle Henry itu pas banget buat aku. Kadang aku terlalu membedakan kekalahan dengan kemenangan. Aku menganggap kemenangan (di dunia ini tentunya), jauh lebih baik daripada kekalahan. Memang pahit sih waktu kita tahu bahwa ternyata kita kalah. Tapi coba tunggu sebentar, bukankah kekalahan membuat kita bijaksana? Dan bukankah itu sangat kita perlukan untuk bekal menjalani hidup ini. Kebijaksanaan tidak bisa dipelajari seperti kita belajar di sekolah. Enggak. Kita enggak cukup dengan membaca Alkitab atau buku2 yang penuh kebijaksanaan lainnya. No, no, no! It's not enough. Semua yg kita baca itu baru teori. Praktiknya ya bagaimana sikap kita kalau kita menemui sesuatu--entah kekalahan, entah ketidaknyamanan, entah kemenangan, entah kegembiraan.

Ini bukan perkara mudah. Ini tidak beda jauh dengan kenyataan bahwa walaupun kuping ini sudah puluhan, bahkan ribuan kali mendengar supaya kita harus saling mengasihi, tapi ternyata kalau aku ketemu orang yang nyebelin, rasanya aku masih sulit banget untuk bisa mengasihinya. Rasanya pengen jauuuuh aja sama dia. Capek sih! Tapi apakah itu sikap yang baik?

Eh, tapi film itu bagus. Memang tidak sampai bintang lima sih. Tapi enggak rugi kok kalau nonton. Apalagi kalau ditraktir hehehehe! (Makasih ya Om!)

0 comments: