Sunday, July 26, 2009

Belajar Mandiri dengan Pulang Sekolah Sendiri

Di Jakarta ini aku adalah salah satu pengguna transportasi publik. Itu istilah kerennya dari angkot sebenarnya hehe. Berhubung aku tidak bekerja kantoran, aku hampir tidak pernah naik angkot di pagi hari. Tapi suamiku yang seringnya berangkat kerja ketika matahari masih malu-malu menampakkan kegarangannya, tahu betul apa bedanya naik angkot di masa liburan sekolah anak-anak dan masa sekolah seperti ini. Katanya sih, begitu anak-anak masuk sekolah, jalanan Jakarta pada pagi hari lebih padat.

Yang aku tahu sih, kalau naik metromini di siang hari jam bubaran anak sekolah, seputaran Jalan Pemuda dekat SD Tarakanita dan Labschool biasanya memang macet. Kendaraan yang lewat di situ serasa merayap. Kepadatan itu disebabkan anak-anak sekolah yang sudah pulang menghambur di pinggir jalan untuk membeli jajan di beberapa penjual makanan depan sekolah, plus banyaknya kendaraan yang parkir di depan sekolah. Sepertinya itu kendaraan para penjemput anak-anak itu.

Melihat anak-anak yang sedang bubaran sekolah itu mau tak mau mengingatkan aku ketika masih sekolah dulu. Aku tak ingat, kapan aku mulai pulang sekolah sendiri. Mungkin mulai kelas 3 SD, atau malah kelas 2 SD ya? Yang jelas, ketika masih TK dan kelas 1 SD, aku masih dijemput oleh orang2 rumah; entah itu saudara yang tinggal di rumahku atau Bapak. Yang aku ingat, di hari ketika aku mulai pulang sekolah sendiri, aku diberi uang untuk naik becak. Dulu, ongkos becak dari sekolah ke rumah cuma tiga ratus rupiah. Kalau sekarang sih mungkin sudah naik jadi sekitar lima ribu. Jarak dari sekolah ke rumah mungkin sekitar 1,5-2 kilometer. Kalau jalan kaki paling lama 30 menitan lah. Nah, waktu itu uang tiga ratus rupiah itu banyaaak banget. Harga jajanan waktu itu hanya 25 rupiah, jadi kalau sehari dapat uang saku 50 rupiah saja, itu sudah cukup. Kalau mau jajan agak mewah, 100 rupiah cukup deh. Jadi, kalau 300 rupiah, itu sudah bisa jajan banyaaaak banget. Hahaha.

Seingatku, ada seorang tukang becak yang wajahnya sudah cukup familier bagiku, dan aku kadang naik becaknya. Biarpun sudah cukup kenal, aku kadang masih tanya berapa ongkos becak ke rumah, dan kadang menawar. (Hihi, lucu juga ya kalau membayangkan aku yang masih kelas 2 SD menawar becak.) Tapi bisa dibilang aku jarang sekali pulang sekolah naik becak.Ya, seingatku aku lebih sering jalan kaki pulang ke rumah. Rasanya senang bisa berhemat dengan tidak naik becak. Dengan begitu, siangnya aku bisa jajan di warung depan rumah hehehe.

Kalau kupikir-pikir, aku kok berani ya pulang sendiri waktu itu? Untuk ukuran anak kecil dan ukuran warga di kotaku, jarak antara sekolahku (SD) dan rumahku itu cukup jauh. Mungkin itu karena aku merasa aman di kotaku, ya? Lagi pula, di kota sekecil Madiun, tak ada bus kota yang suka ngebut dan tentunya tak ada kemacetan. Aku cukup berani menyeberang Jalan Pahlawan yang cukup lebar itu. Sendiri loh! Soalnya kebanyakan temanku dijemput. Dan tak ada teman yang rumahnya searah denganku. Waktu itu biasanya aku berjalan kaki lewat jalan yang cukup sepi dan teduh, kadang lewat gang-gang kecil yang kukenal. Kadang ada beberapa becak yang menawari supaya aku naik becak, tapi aku lebih suka menggeleng dan meneruskan langkah.

Acara jalan kaki pulang sekolah itu berakhir ketika aku naik kelas 4 SD. Ketika duduk di kelas 4 aku sudah bisa naik sepeda. Jadi, berangkat dan pulang sekolah, aku naik sepeda sendiri.

Di Jakarta ini, aku jarang bertemu anak SD yang pulang sekolah sendiri dengan naik angkot. Biasanya yang sudah berani pulang sekolah naik angkot sendiri adalah anak SMP. Anak SD masih banyak yang diantar jemput oleh orang tuanya atau ikut mobil antar jemput. Mungkin itu karena orang tua mereka tidak tega membiarkan anak mereka menyusuri lalu lintas Jakarta yang ganas ini seorang diri. Belum lagi tampaknya isu tentang penculikan anak juga masih ada saja. Btw, waktu itu aku kok nggak kepikir bakal diculik ya? Halah, lagian siapa yang mau menculik bocah kurus dan hitam kaya aku ini? Hihi.

13 comments:

Riris Ernaeni on 10:32 PM said...

biar hitam tapi manis kan, Kris? hehehhe...Aku dulu mulai gak dijemput sejak kelas 3SD mulai bisa naik sepeda sendiri. Kita boleh pulang pergi sendiri karena kampung kita (cieeh..padahal kamu Madiun aku Tulungagung) karena memang aman dari isue penculikan. Coba kalo serame dan seserem jakarta, rasanya ibuku akan mikir sejuta kali untuk mengajariku mandiri secepat itu. :D

imelda on 6:07 AM said...

yah itu resiko tinggal di jkt. Beruntung aku dulu ada mobil antar jemput. sekarang mobil begitu mahal sekali jadi terpaksa opa nya yang anatar jemput 3 cucu.
Kalau riku (SD1)sih di sana sudah pergi-pulang sendiri jalan kaki

EM

Anonymous said...

kalau dibandingin Jakarta dengan daerah kita emang jauh banget ya jeng...
beruntungnya kita yang dididik untuk mandiri ya, even just in a very simple thing..

DV on 2:11 PM said...

Wah, jaman sd mbiyen aku numpak becak langganan, skali jalan mung 250 :)
Wes ngono khi becake dibayar borongan sesasi pisan, mung mergo tukange kerep mbolos lan aku ra dipethuk akhire ra diteruske njuk aku numpak pit :)

edratna on 3:59 PM said...

Anak-anakku sejak SD tak ada jemputan...maklum ayah ibunya sibuk. Tapi kami memasukannya di SD dekat rumah, SD Inpres malah, yang mutunya tak kalah keren dengan SD yang bagus lainnya.

SMP dan SMP tiap hari juga berjejalan dengan penumpang lain naik angkot...juga saat di Perguruan Tinggi (kali ini si sulung naik sepeda motor)....padahal namanya UI kan terkenal mahasiswa nya keren-keren. Pada saat umurnya cukup, mereka baru belajar naik mobil, tapi karena biasa naik angkot...jadi malah suka memilih naik angkot, bis, bajaj...kalau punya uang dan capek baru naik taksi.

Saat masa kursus piano, bahasa Inggris, mengaji dsb nya (masih usia TK dan SD)...maka si mbak yang membuntuti mereka, kemana-mana naik angkot dan bajaj. Tapi justru itu mereka menjadi kuat..bukankah menjadi kaya lebih mudah dibanding menjadi miskin?

krismariana widyaningsih on 7:13 PM said...

@Riris: Aku baru bisa naik sepeda waktu kelas 4. Mungkin kota kita gak gede, jadi ortu kita pun gak khawatir melepas kita sendiri

@Imelda: Aku seneng sekali waktu baca tulisan Mbak Imelda ttg Riku yg berangkat ke sekolah sendiri. Hebat ya! :)

@Nana: Iya, Na. Makanya aku bersyukur dibesarkan di kota kecil :D

@Donny: Mesti bali sekolah njuk langsung pit2an hehehe. Eh tapi pas SD kowe sik durung neng Blateran yo?

@Edratna: Hehehe, betul Bu, lebih mudah menjadi kaya drpd menjadi miskin. Dulu di dekat rumah saya tidak ada sekolah. Jadi, waktu itu saya sekolah agak jauh dr rumah. Jadi bisa satu sekolah dg kakak saya. Tapi kami jam pulangnya tidak sama, jadi kami pulang sendiri2.

IESP93 on 10:42 PM said...

ya aku jd ingat waktu sd masih dijemput oleh orang tua, atau pembantuku yang sudah sepuh...kalo gak dijemput, nangis sesenggukan...ada yang hilang rasanya...hiks.

Anonymous said...

wah aku, smp kelas 1 diantar jemput ibu, stelah bliau bekerja, berangkat & pulang bareng kakak, kebetulan satu sekolah sih, trus kelas 3 SD mulai berangkat sendiri, naik sepeda
sebagai catatan, jarak rumah ke sekolah cukup jauh, 4-5 km deh...

Tuti Nonka on 9:40 PM said...

Menarik sekali komentar Mbak Enny, betul sekali : menjadi kaya lebih mudah dari pada menjadi miskin ...

Saya dulu SD sekolah jalan kaki, wong sekolahnya dekat rumah. SMP naik sepeda. SMA sempat naik sepeda, tapi kadang-kadang juga naik motor. Kuliah, kadang naik motor, kadang naik angkot. Dulu angkot di Yogya namanya "Colt Kampus". Duduknya berhadapan di belakang. Kalau pas penuh padat di siang hari, wuaah ... peluh bercucuran di punggung dan wajah. Ya udah, diem aja, soalnya kalau ribut malah tambah sumuk ...

krismariana widyaningsih on 8:56 PM said...

@kikis: dulu waktu masih menikmati jemputan Bapak, aku ya pernah nangis krn Bapak telat menjemput. hihi. malu benernya dilihat teman2...

@bro neo: waaa, naik sepedanya lumayan jauh ya waktu itu. (pasti waktu SD berat badannya masih terjaga ya bro?)

@tuti nonka: colt kampus? wah baru denger. dulu waktu kuliah saya jg naik angkot, bayarnya cuma Rp 150 :)

Anonymous said...

Selain kota, mungkin zaman udh berubah ya mbak..

kalo skr, marak banget kan anak2 diculik trus dijadiin pengemis, atau malah organ tubuhnya dipreteli (wedeeew ngeri)

dulu sekolah selalu deket2 :D semua bisa jalan kaki.
Tapi pas kuliah... (malu nih bilangnya)
selalu dianterin hehehhe
pulangnya baru sendiri hehehe

nh18 on 8:10 PM said...

Ini betul sakali ibu ...
perasaan dulu itu kita waktu SD santai-santai aja ... naik kendaraan umum ... sendirian ke sekolah ...
or jalan kaki jauh berombongan bersama teman ...

Sekarang ...
kepada anak saya yang SD ... saya kok ndak tega ya ... (hehehe)
takut ada apa-apa

Salam saya

krismariana widyaningsih on 12:28 AM said...

@Eka: itu fenomena yg sering terjadi di kota besar. kalau kota kecil, mungkin tidak spt itu.

@Pak nh18: lebih was-was ya Pak? tapi semoga bisa belajar mandiri dari hal lain.