Telaga di Tengah Kepekatan Jakarta
Di Jakarta ini, apa yang aku lakukan saat naik kendaraan umum? Sebenarnya mau baca buku, tapi kok aku selalu tergoda untuk melihat keadaan sekelilingku ya? Dan jadilah aku mengedarkan pandanganku ke mana-mana. Memperhatikan jalanan yang macet, pengendara motor yang berusaha menyalip bus, kakek yang menggoda anak kecil yang duduk di depannya, para penumpang yang sibuk dengan HP-nya, dan jangan salahkan aku kalau ikut mendengar pembicaraan orang di dekatku. Hehehe. Makanya, jangan ngomongin hal rahasia di kendaraan umum ya! Itu ibarat tayangan infotainment--hanya saja kali ini lakonnya adalah Anda atau teman Anda sendiri.
Kemarin saat aku naik bus transJakarta, aku menjumpai ada seorang bapak-bapak yang selalu sibuk dengan HP-nya. Kadang dia SMS, kadang cuma dipandangi saja tuh HP (mungkin mendengarkan musik ya?). Dan di sebelahku ada seorang mbak-mbak yang sedang asyik mengobrol memakai HP walaupun sinyalnya kurang bagus. "Besok gue mau ke ITC belanja HP. ... Apa? ... Kamu kalau ngomong yang jelas dong, sinyalnya putus-putus nih. ... Oh, iya hari ini aku sibuk banget nih. Capek."
Di sinilah, di kota inilah, di tempat hampir semua orang memiliki HP, fenomena seperti di atas bisa terjadi. Ini berbeda sekali dengan pengalaman masa kecilku waktu ikut mudik ayahku ke lereng Gunung Gajah. Nggak tahu kan Gunung Gajah di mana? Itu termasuk Kabupaten Semarang, dekat Salatiga dan Ambarawa sana. Waktu itu istilah HP rasanya belum pernah didengar deh. Dan sewaktu kami naik kendaraan umum, apa yang dilakukan para penumpang? Saling mengobrol! Apa pun bisa diperbincangkan. Mulai dari arah yang dituju, hasil panen, atau basa-basi sekadarnya. Dan obrolan di kendaraan umum itu bisa gayeng kalau kita berjumpa dengan orang yang suka mengobrol.
Tapi di sini? Sepertinya HP sudah menjadi semacam telaga di tengah hiruk-pikuk suasana jalanan dan polusi yang pekat. Orang-orang mencoba untuk lepas dari realita yang menyesakkan. Karena itulah sebuah provider GSM menawarkan internet gratisan supaya tidak mati gaya. Karena itu pula HP banyak yang menawarkan sarana untuk mendengarkan musik atau radio. Mereka menawarkan telaga yang memberi kita jarak pada realita yang pekat.
Monday, May 04, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
banyak nelpon pake HP = banyak beli pulsa = banyak duit donk hehehhe.......
SMS aja ah, biar irit (pelit mode: ON)
Salut! Aku suka sekali dengan istilah telaga untuk HP.
Pada keadaan seperti itu, HP memang menjadi benar-benar telaga, tapi itu telaga yang menyejukkan atau justru melenakan karena semakin menggerus nilai-nilai sosial kita, at least terhadap sesama penumpang di samping kanan dan kiri kita, Kris? :)
@ Yusahrizal:
Sekarang sih di sini ada bbrp provider seluler yg kalau telpon jg semurah kalau SMS. Ada kok yg telpon ke sesama provider, gratis. Wah nggak update sama situasi Indo nih... hehe.
@ DV:
Nah, itu Don yg aku pertanyakan. Sehat nggak sih jk kita sering terlepas dari realita?
Kalau tak hati-hati, mengobrol dengan orang yang ketemu di angkot bisa berbahaya...ajarannya kalau hidup di Jakarta adalah: Jangan percaya pada orang yang baru kau kenal, diperjalanan.Karena dia bisa menggendam, dan menipu kita.
Jadi mengobrollah, dengan teman yang sudah pasti tahu latar belakangnya...ahh hidup di Jakarta memang punya norma2 tersendiri.
Post a Comment