Wednesday, March 11, 2009

Zero Mistake

Kalau pas naik kereta api, aku selalu teringat pada wejangan bos pertamaku saat mengedit buku. Dia pengen buku yang terbit sama sekali tak ada kesalahan alias zero mistake. "Target kita adalah zero mistake," begitu katanya. Dan karena itu, aku selalu lamaaaa sekali kalau mengedit buku. Proofreading juga lamaaaa banget. Sebisa mungkin jangan sampai ada salah ketik satu huruf sekalipun!

Dan ternyata zero mistake sulit sekali. Bener. Susah banget. Padahal mataku sudah kujembreng lebar-lebar (hehehe, gimana sih bentuknya mata yang dijembreng? serem amat), tetep saja ada yang salah. Kadang titiknya kelebihan. Kadang hurufnya kurang. Yah, walaupun dari seluruh buku setebal 200 halaman paling cuma satu kesalahan, tetap saja itu nggak zero mistake, kan? Dan kalau buku itu sudah dicetak, penyesalan karena kesalahan yang seuprit itu dalam banget.

Lalu apa hubungan antara naik kereta api dengan zero mistake?

Begini, aku mikir, bekerja di perkereta apian itu mestinya nggak boleh ada kesalahan. Misalnya, kalau ada petugas yang kelupaan nutup palang kereta, kan nyawa orang bisa melayang. Bagi seorang petugas yang kerjaannya nongkrongin palang pintu kereta, pekerjaan itu sama sekali tidak boleh ada kesalahan kan?

Aku pernah membaca artikel di majalah FAMILIA (majalah keluarganya KANISIUS yang sudah nggak terbit lagi) dan koran hari mingguan (aku lupa apa namanya). Di situ ada cerita tentang petugas kereta api yang tugasnya ngencengin mur bautnya rel kereta. Tiap malam dia menyusuri rel kereta sejauh 5km dan mengencangkan mur-mur yang sudah kendor. Tak pernah absen. Tak pernah telat. Aku bilang, orang itu hebat lo. Lha wong gaji nggak seberapa, tugasnya berat, nggak pernah absen lagi. Kalau salah sedikit, kan bisa parah akibatnya.

Kadang kalau kubandingkan dengan pekerjaanku, pekerjaan bapak-bapak itu jauh lebih mulia. Dan tuntutan mereka untuk zero mistake jauh lebih besar. Taruhannya nyawa.

Tapi toh aku tetep ingin sebisa mungkin naskah yang aku kerjakan zero mistake... biarpun taruhannya bukan nyawa.

(Btw, aku mau nulis apa sih sebenarnya?)

9 comments:

Anonymous said...

Weh, kowe ki sakjane pengen nulis soal Coke Zero tho mesti.. hayoo :)

Eben Ezer Siadari on 8:18 PM said...

lagi sibuk apa sekarang kris?

makasih udah mampir ke blogku. kalau bicara pekerjaan, zero mistake seringkali harus berpasangan dengan unlimited love. maksudku, rasa cinta sama pekerjaan lah yg bikin kita berhasil mencapai zero mistake. bener gak ya? hahahaha. aku ngelantur nih. sedangkan mencapai zero mistake di majalahku juga masih susah tuh.....

Anonymous said...

Zero mistake....tujuannya harus kesana, dan itu hal yang susah.
Ada jenis pekerjaan yang memang harus zero mistake, karena nyawa taruhannya.

krismariana widyaningsih on 12:52 AM said...

@ DV
Iki mau ngge latihan disiplin, ben tetep nulis.

@ e.e. siadari
lagi nggak sibuk apa-apa bang... hehehe.

@ edratna
iya, benar bu.

AndoRyu on 5:01 AM said...

Lebih bahaya mana yah sama zero income????
Namanya jg manusia yg tak luput dari kesalahan (itu kata Ebiet G. Ade sih)

krismariana widyaningsih on 5:08 AM said...

@ Yusahrizal
bisaaa aja kasih komentar :p

Anonymous said...

kalo aku, taruhannya UANG!!

hahahaha... ada sedikit mistake bisa dikenai sanksi ngganti :(

krismariana widyaningsih on 10:30 PM said...

@ utamingtyazzz:
hmm... resiko kerja di bank :) aku ada teman yg kerja di bank jg. pernah suruh ganti beberapa ratus gitu. kasihan deh

imelda on 8:00 PM said...

hehehe... proofreading emang nyebelin. Kayaknya udah ngga ada yang salah...eh masih ada juga. Tapi kalau di aku seringnya, yang tugas mengedit kelewatan baca perintahku jadi pernah terjadi seperti itu. Kalau bekerja dengan team, makan zero mistake adalah tanggung jawab bersama. Kalau freelancer, semua tanggung jawab kita sendiri.

EM