Monday, June 23, 2008

Siapa yang Mencintai Jakarta?

Ketika aku menuruni jembatan penyeberangan di dekat jl. Layur (dekat jl. Pemuda, Jakarta Timur), maka aku harus mempersiapkan hidungku agar tidak kaget saat bau busuk menghambur menusuk-nusuk hidung. Jembatan yang turunannya di dekat jalan Jati Rawamangun itu berada di atas sebuah got yang sama sekali tidak mengalir. Sampah yang sudah tidak jelas bentuknya memenuhi got itu. Air got itu pun warnanya sudah abu-abu. Pekat. Jadi bisa kebayang kan, seperti apa baunya? (Aku pun jadi maklum kalau Jakarta Timur tidak mendapatkan Adipura. Wong gotnya saja bau buanget! Tapi pertanyaannya, apakah di Jakarta bagian lain juga tidak punya got serupa? Hehehe?)

Temanku yang kosnya di sekitar situ pernah bilang begini, "Di daerahku, tak pernah ada got yang sampai sebau ini. Bisa marah-marah Pak RT-ku. Walaupun kerja bakti tidak dilaksanakan setiap minggu, toh daerah rumahku di dekat Monjali (Monumen Jogja Kembali) sana tidak pernah sekotor ini."

Benar juga kata temanku itu. Di depan rumahku di Madiun ada pula sebuah got. Walaupun alirannya tidak lancar-lancar banget, toh baunya tidak menyengat. Yang jelas, tidak semua sampah dicemplungkan di situ.

Kadang aku bertanya-tanya, sebenarnya siapa ya yang mencintai Jakarta? Orang yang tinggal di Jakarta selama bertahun-tahun saja tidak pernah peduli apakah lingkungan sekitarnya bersih atau tidak. Kalau pun mereka tahu bahwa lingkungan di situ kotor, sepertinya juga tidak ada usaha untuk membersihkannya. Tentu, tentu saja capek dong kalau hari Minggu masih harus kerja bakti. Iya kan? Kerja dari Senin sampai Jumat kan sudah bikin capek dan stres. Akhir minggu adalah saatnya untuk berleha-leha dan istirahat. Jadi, kerja bakti? Capek deh!
Kalau mau diibaratkan, Jakarta ini seperti seorang perempuan yang tidak pernah dicintai. Cantik sih, cantik. Tapi kalau harus mencintainya, orang sepertinya akan berpikir seribu kali deh. Dia paling enak untuk dieksplorasi habis-habisan, karena dia kaya dan punya semuanya. Dia paling gampang dimanfaatkan. Tapi dia bukan perempuan yang pantas untuk mendapatkan cinta.

Jadi sekali lagi, siapa yang mencintai Jakarta ya? Hayo ngacung!

1 comments:

Anonymous said...

Yang pasti nek aku cinta Jogja :)