Friday, November 16, 2007

Hidup yang Hampa (?)

Kalo kumat isengnya, aku jalan2 menelusuri list friends-ku. Kadang aku bertemu dengan teman-teman semasa sekolah dulu. Hmmm... sebagian dari mereka sudah ke "mana-mana". Ada yg kuliah di Amrik, ada yg berfoto dg latar belakang tembok raksasa Cina, ada yg berfoto dengan latar negara-negara Eropa sono....

Aduh maaaak, jebul aku baru sampai di sini-sini saja to? Bertempat tinggal di Jogja yang katanya suasananya damai dan tenteram. (Padahal sekarang macetnya sudah mulai tak tertahankan, dan panasnya juga cukup menyengat.) Dari kota kelahiranku, Jogja itu cukup ditempuh sekitar 2,5 jam kalau naik kereta Sancaka. Kalau naik bus Sumber Kencono kira-kira ya, 4-5 jam lah! Tidak terlalu jauh. Orangtuaku pun kalau mau bertemu dengan anak-anaknya tercinta sangat gampang. Penak.

Lalu, lha kok jebul teman-temanku sudah mak...leeeng numpak pesawat sampai ke kota-kota belahan lain dari dunia yang katanya cuma selebar daun kelor ini ya? Lah aku?

Hehehe... ya, memang setiap orang tuh selalu punya kecenderungan untuk menganggap orang lain hidupnya jauh lebih enak. Lebih tenteram. Lebih indah. Lebih bahagia. Menganggap kalau hidup di luar negeri itu lebih mulyo, lebih enak. Apa iya sih?

Jujur saja, aku kadang juga berpikir begitu. Tapi pertanyaan selanjutnya adalah "Lha njuk ngopo?"

Aku jadi ingat cerita Mas Budi kemarin tentang temannya yg kaya raya--sugih mblegedu. Belum lama mereka mengobrol dan akhirnya temannya yg kaya itu akhirnya mengatakan bahwa hidupnya hampa. Memang sih segala fasilitas mereka punya. Gampangannya, duit selalu "ngetuk" dan tinggal mengeruk di ceruk lemari. Enak to? Tetapi mengapa hampa? Aku ndak tahu, je.

Pertanyaannya lagi: "Apakah hanya orang kaya yg bisa merasa hampa?" Wo, jangan salah. "Penyakit kehampaan" itu bisa menimpa siapa saja. Kurasa masalah hampa atau tidak hampa itu masalah bagaimana orang melihat hidup, bagaimana perspektif hidupnya, dan bagaimana imannya. Itu menurutku lo... (yg bukan siapa-siapa ini, hehehe).

Lalu, aku jadi ingat lagi kisah tentang seorang pemuda kaya yang bertanya kepada Yesus, "Tuhan, bagaimana sih supaya aku dapat memperoleh hidup kekal?" Pertama-tama Yesus meminta supaya anak muda itu menuruti perintah Allah; mulai dari jangan membunuh sampai mengasihi sesamamu manusia. Ternyata anak muda itu sudah menuruti semua itu. Akhirnya Yesus bilang, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku."

Kupikir-pikir dunia ini menawarkan begitu banyak pilihan kepada kita sehingga kita bingung harus memilih yang mana. Bahkan untuk sesuatu yang jauh lebih berharga, kita sangat sulit untuk membuat pilihan yang tepat. Seperti pemuda kaya itu, kupikir yang dimaksud Yesus adalah agar pemuda itu tidak meletakkan hatinya kepada seluruh kekayaannya. Melepaskan segala kelekatannya dari seluruh kepemilikkannya yg fana.

Sulit memang. Dan aku pun masih belajar untuk itu. Padahal hartaku enggak banyak2 amat. Hehehe. Gimana kalau banyak ya?

2 comments:

Pojok Hablay on 10:53 PM said...

dan, liat foto yang jalan2 bisa bikin sirik (atau seendaknya melas deh ama hidup sendiri), tapi orang gak tarok foto ketika mereka nangis2 dan pusing kepala, yang kita lihat hanya senyum, yang mudah2an bukan palsu...

kita, juga bisa lihat foto foto lain yang kayaknya gak pernah kemana-mana dan bahkan gak ngasilin apa-apa

semua, tergantung cara liat
dan cara kita menghitung berkat

Oni Suryaman on 8:59 PM said...

"Money cannot buy happiness, but you can be unhappy in a nice place."

Tumblebugs.