Sinetron yang Bikin Eneg!!
Ceritanya aku ini orang yang paling males kalau sudah nyampe di rumah. Kadang pengen baca2, tapi capek juga nih mata. Di kantor kerjaanku melototin naskah, jadi yaaa ... kadang pengen melihat sesuatu yang bukan berupa huruf dan kata2. Tapi apa ya?
Di rumah cuma ada televisi dan radio. Jadi, dua benda itu yang kadang jadi sasaran kemalasanku. Dan belakangan ini kalau lagi nggak jelas kegiatannya, aku tanpa sadar sudah menyetel televisi. Dan kadang aku terjebak menonton sinetron yang nggak jelasnya.
Lama2 aku eneg lo nonton sinetron tuh. Aku bertanya2, yang buat cerita sinetron itu pernah--paling tidak--baca buku bagus nggak sih? Yaaa, nggak usah jauh2 deh, cerita2 karangan Paulo Coelho, atau kalau yang karya orang Indonesia, tulisan2nya NH Dini, Umar Kayam, atau siapa lah, gitu. Atau kalau itu terlalu berat, cari aja novel2 terjemahan di Gramedia atau toko2 buku yg lain. Banyak kok.
Aku setengah yakin mereka itu nggak suka baca. Kenapa? Soalnya cerita yang mereka bikin itu sama sekali nggak memenuhi kriteria sebuah cerita yang baik.
Sinetron yang mereka buat itu kebanyakan tokohnya kalo yang antagonis pasti digambarkan jeleeeek semua. Nggak ada sisi baiknya sama sekali. Sedangkan yg protagonis, pasti baiiiiikkkkkkkk terus. Nggak ada buruknya sama sekali. Cerita-cerita semacam ini seingatku aku temui waktu dulu aku baca BOBO bagian "JUWITA dan SI SIRIK". Cerita fantasi ttg si baik dan si jahat gitu lo. Dan ujung2nya, yg baik pasti menang, yang jahat pasti kalah. Klise, gampang ditebak.
Nah, masalahnya, ada cerita2 di sinetron yang bukan cerita fantasi. Misalnya, seperti seri HIDAYAH. Cerita2nya mengangkat sisi religius. Tapi isinya kok malah aneh ya? Ya, nggak beda jauh sama perselisihan Juwita dan si Sirik gitu. Aku jadi mikir, mereka mau mengangkat tema apa sih? Masalah yg berhubungan dengan religiusitas kan enggak melulu soal baik dan buruk. Dan yang baik tidak selalu baik, sedang yg jahat tidak selalu jahat. Ya, seperti kita2 inilah. Pasti ada sisi baik dan buruknya. Kita semua toh berjuang untuk menjadi manusia yg lebih baik, tapi kadang jatuh karena memiliki karakter yang tidak baik. Rasanya enggak ada tuh orang yang jahaaaat terus, dan enggak ada orang yg baiiiiik terus.
Trus begini, kalau aku mendapat naskah cerita yang isinya cuma hitam-putih begitu, biasanya aku tolak lo! Males bacanya. Dan enggak ada asyiknya sama sekali. Nah, makanya aku heran dengan sinetron2 yang ditayangkan itu. Siapa sih yang menyeleksi naskahnya? Mereka benar2 baca apa enggak? Apa karena dikejar setoran, jadinya membuat cerita seadanya? Duh! Parah banget! Masalahnya, sinetron itu kan yang nonton orang se-Indonesia, bukan orang2 di kantor PH-nya mereka doang. Kalo mau melakukan pembodohan dan pembohongan, kira2 dong.
Jadinya, gimana sekarang? Kalau boleh usul sih, matikan televisi. Atau kalau mau nonton, carilah dulu jadwal acaranya. Jadi biar nggak tambah bodoh. Be a smart viewer!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
Bikin sinetron memang susah-susah gampang juga sih. "Dunia Tanpa Koma" saya yakin bagus banget kalau jadi novel. Herannya di sinetron terasa sekali Leila S. Chudorinya tapi jadinya temponya terlalu lambat, dan imajinasi yang sudah terlanjur dipatok dengan wajah para pemain jadi membuat sinetron itu kurang menggigit.
Tapi secara keseluruhan artikel Ruth Eveline, kontributor wikimu.com, serta komentar yang masuk (di link ini: http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=2661)
menggambarkan keprihatinan atas dunia sinetron kita.
Post a Comment